Friday, December 30, 2011

Sampah dan Pemulung

Tadi ada seorang teman menulis catatan tentang sampah, dalam rangka menjelang tahun baru biasanya di tempat-tempat perayaan banyak meninggalkan sampah. Aku jadi teringat yang kulihat seminggu yang lalu, ketika melalui jalan umum yang sering kami lewati. Benar, itu termasuk jalan besar dan jalan umum. Tapi di salah satu sisinya ada sebidang tanah teruka yang penuh dengan tumpukan sampah. Tidak tahu siapa pemicunya, tambha hari timbunan sampah tambah melebar. Dan bisa dipastikan bila ada yang menaruh tulisan 'Dilarang Membuang Sampah Di sini' pasti itu belakangan setelah sampah menumpuk di sana. Dan herannya, masih banyak jgua yang suka membuang sampah di sana, terutama sambil melemparnya dari sepeda motor saat melintasi jalan tersebut.

Saking melebarnya, hingga sedikit demi sedikit memakan badan jalan. Nah, aktivitas di tempat pembuangan sampah ini terjadi setiap malam, pada saat banyak pemulung kerja di sana. Sebenarnya, bagiku pemulung juga berjasa, karena mereka memunguti benda-benda yang sekiranya masih dapat digunakan atau didaur ulang dengan cara menjualnya kembali ke pengumpul. Masalah timbul, karena biasanya para pemulung ini untuk memilah-milah benda yang bisa dipulung, mereka 'harus' menyobek-nyobek plastik bungkusan sampah sehingga isinya terburai keluar. Diaduk-aduk, dilebar-lebarin biar dapat yang dicari, tetapi hasil membongkar-bongkar mereka melebar sampai ke sepertiga badan jalan. Belum lagi kalau mereka lagi nungging-nungging saat memulung dengan tanpa sadar bahwa mereka berdiri di jalan beraspla dimana kendaran ramai lalulalang.

Sebenarnya ini sudah lama terjadi dan berlangsung setiap hari di lokasi yang sama, yang membuat aku ingin cerita di sini adalah yang kulihat seminggu yang lalu itu. Saat itu kami pulang ke rumah dan melewati jalan tersebut. Seperti biasanya, antri melewatinya dengan kendaraaan dari arah berlawanan karena luapan sampah ke badan jalan.  Saat menunggu giliran lewat itulah, kulihat seorang pemulung, seorang ibu dengan cekatan merobek-robek bungkusan sampah, menyisihkan yang tidak diperlukannya ke segala arah, dan mataku terpana dengan tangan beliau. Hebat euuyy, ternyata di pergelangan tangannya berjejer tumpukan rantai gelang yang kutaksir sekitar 5 cm-an. Hehe... banyak amat gelangnya ya, dilihat sekilas dari jenis dan warnanya kayaknya emas tuh, entahlah kalau bukan. Haha.., ngiri.... aku sendiri tak satupun gelang melingkar di tanganku. Andai saja bisa kufoto kejadian itu dan menzoom ke gelang-gelang heboh itu, ah.. jangan-jangan si ibu itu kabur duluan ya...

Koin Limaratusan

Aku belum bisa menjadi penulis yang rutin dan serius menulis di blog setiap saat. Masih susah, masih terus belajar, dan masih terus belajar mengatur waktu, maklum kesibukan sebagai ibu rumah tangga menyita waktu yang cukup banyak. Apalagi musim liburan begini, satu-satunya PC yang ada di rumah dikerubuti juga oleh anak-anak. Ingin menyempatkan diri pada malam hari, saat anak-anak tidur, eh.. keseringan pingin tidur juga karena cape.

Hanya ingin cerita sedikit, sudah lebih dari dua minggu yang lalu, aku sengaja berbelanja sedikit keperluan rumah tangga di sebuah minimarket. Selain memenuhi stock barang yang habis, juga berniat 'memecah' uang limapuluh ribuan. Maksudnya berharap kembalian adalah uang limaribuan kah, sepuluh ribuan kah, atau duapuluh ribuan dan seribuan. Apa daya, minimarket tersebut lagi kehabisan duit yang kuinginkan. Karena aku benar-benar tidak ada uang lain selain lima puluh ribuan, dan sang kasir tetap harus memberi kembalian, hehe... akhirnya aku diberi kembalian luar biasa dimana di antaranya adalah dua gulung uang lima ratusan  yang dalam satu gulungnya bernilai Rp.12.500,- so dua gulung bernilai Rp.25.000,- (gulungannya asli dari BI)

Berhari-hari aku bingung bagaimana 'menghabiskan duapuluh lima ribu yang limaratusan  ini ya. Ke tukang sayur keliling, kadang-kadang kubayar dengan lima ratusan sampai senilai tiga ribu sampai lima rribu, atau yang berujung-ujung lima ratus. Lama juga habisnya. Akhirnya hari ini, saat belanja dengan tukang roti keliling, total belanjaan keluargaku adalah Rp34.500.-- kubayar dengan selembar lima puluh ribu, tukangnya tidak punya uang kembalian. Aku cuma punya selembar duapuluhribuan. Akhirnya kubayar yang Rp.14.500,-- degnan uang koin lima ratusan. Hehe... tukang rotinya malah senang, ibarat dapat modal untuk kembalian di pelanggan lainnya. Aku juga lega, akhirnya terbuka juga dua gulungan koin lima ratusan itu meskipun belum habis seluruhnya.

Nilai KKM

Seminggu yang lalu, anak pertamaku menerima rapor hasil belajar semester ganjilnya. Ini rapor pertama sejak menjadi murid baru kelas VII SMP. Sesuatu yang baru pasti banyak cerita-cerita baru, sejak mendaftar hingga mengikuti kegiatan belajar mengajar anakku di sekolah. Nah, terakhir yang bikin aku terkejut adalah ketika kutanya berapa standar nilai KKM di sekolahnya. Kalau di SDnya dulu ada beberapa mata pelajaran yang KKMnya 75, ada yang 70, bahkan masih ada yang 60. Ternyata di SMPnya ini, mungkin karena termasuk SMP RSBI, untuk semua mata pelajaran KKMnya adalah 80. Luar biasa, tingginya. Bayangkan, satu level saja ada 300-an murid/anak didik, rasanya dengan jumlah mata pelajaran yang banyak, muatannya yang berat, sungguh hebat bisa mencapai nilai 80. Apakah mampu ke-300 anak didik tersebut mencapainya ?

Jaman ku sekolah dulu saja, nilai 80 itu sudah sangat hebat, padahal muatan pelajarannya belum seberat jaman sekarang. Sungguh, sebagai ibu baru untuk anak SMP, aku kaget membaca bahan pelajaran anakku. Satu mata pelajaran IPA saja terkandung tiga sub pelajaran yaitu Fisika, Biologi, dan Kimia, dan masing-masing memerlukan buku teks yang relatip tebal. Teringat ketika aku berusaha memahami 'satu' sub bab saja dalam biologi yaitu tentang Taksonomi, wah...banyaknya yang harus dibaca (hampir menyerupai bahan kuliah 'kali...) dan haruskah di pahami semua oleh anak kelas VII SMP ? Kemudian untuk IPS, terkandung pelajaran Sejarah, Geografi, dan Ekonomi.

Di salah satu statusnya, kawan FBku yang kebetulan seorang guru mengatakan telah selesai mengisi raport anak-anak, dan penekanan dengan kata-kata 'yang penting tercapai nilai KKM'.  Baru, aku 'mengerti', ternyata untuk mencapai nilai KKM tersebut, ada juga peran guru membantu di sana. Jelas 'kan, bagaimana bisa ratusan anak satu level kelas dengan kemampuan berbeda-beda dapat mencapai KKM yang tinggi. Lebih kaget lagi ketika mendengar cerita bahwa di sekolah RSBI satunya lagi nilai KKM-nya 90, hah...?? Ini murni pencapaian prestasi belajar anak didik atau apa ya ..., seharusnya ada perbaikan pada sistem pendidikan di Indonesia. Banyak mata pelajaran 'sia-sia' karena hanya hapalan, apalagi menjelang ulangan/ujian, setelah itu lupa karena tidak terpakai atau dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.

Meski cukup puas melihat raport anakku, hati kecilku tetap bertanya-tanya ... hmmmm,  pasti seluruh teman-teman selevelnya juga punya nilai rata-rata 80 'kan ... hebat juga sekolah ini. Kalau tidak salah, aku sempat melihat list-nya, hanya satu orang teman sekelas anakku yang di satu mata pelajarannya punya KKM 70 dan itu telah distabilo merah oleh gurunya. Duh, padahal jamanku dulu 70 itu termasuk bagus.

Sekolah di jaman sekarang menuntut orangtuanya ikut belajar dan mau terus memperbaharui pengetahuannya. Ilmu 'kan terus berkembang dan bahan pelajaran anak-anak sekarang, menurutku, luar biasa beratnya. Sudah jam pelajaran di kelas lama, ditambah les yang diadakan sekolah, plus kalau yang ikutan les-les atau bimbel di luar sekolah. Kasihan anak-anak.

Wednesday, December 21, 2011

Jejaring Sosial

Ramainya status bertaburan di facebook atau twit di twitter. Umumnya pada setuju bahwa apa yang tertulis sebagian besar adalah gambaran sang pemilik akun. Tapi ternyata ada juga beberapa sifat aslinya tersembunyi di balik kebijakan status-statusnya. Maksudnya setiap posting status, bernilai kebaikan, mengajak kebaikan, tetapi di dunia nyata dia tidak atau belum sebaik yang kita sangka. Tapi, hal itu menurutku lebih baik dalam artian dengan status positipnya itu sebenanrnya dia sedang berusaha meningkatkan kadar kebaikannya, daripada posting yang enggak-enggak dan mengganggu keamanan dan  ketertiban.

Beberapa hari belakangan ini, banyak pelajaran yang bisa diambil, terutama dari pertemanan di FB. Ada satu teman pria yang dikenal sering membuat status keagamaan, hal-hal kebaikan, dan kadang-kadang dipanggil ustadz. Tiba-tiba selama beberapa hari akunnya kena hack, dan yang ngehack seperti biasa adalah online shop yang berjualan barang elektronik. Setelah akun dapat diperoleh oleh beliau kembali, beginilah penjelasannya. Tapi saya salut, beliau sebelumnya minta maaf pada teman-teman FBnya, karena beliau ternyata menanggapi chatting seseorang bernama wanita sehingga jebollah alamat email dan password.

Seorang teman lain, wanita sebutlah S, juga sering mengupdate status tentang hal kebaikan dan agama. Turut kena hack seseorang. Yang menghebohkan adalah sang hacker membuat status yang melukiskan percakapan atau chatting di inbox atas nama S dengan seorang pria. Padahal diketahui bahwa si S ini sudah bersuami, intinya teman ngobrol di inbox itu semacam PIL lah. Status sejenis itu berulang kali dengan rincian yang cukup panjang, Lepas benar tidaknya kisah itu, namanya juga akun kena hack, memberi pelajaran berarti buat kita supaya lebih berhati-hati menjaga tingkah laku dan sikap.

Seorang teman lagi, menuliskan status tentang kekesalan terhadap seorang teman FBnya. Konon teman FBnya ini sering posting status keagamaan, tapi ujung-ujungnya sering menyakitkan hati dan menyudutkan golongan-golongan tertentu. Jadilah oleh temanku diblokir sekalian, saking kesalnya katanya...

Beberapa teman FB secara jelas menulis status sedang melakukan penghapusan beberapa nama teman FB. Baik-baik ya mereka, sementara aku diam-diam begini cukup sering menghapus beberapa teman FB tanpa perlu memberi laporan di statusku. Oh, maafkan aku sekiranya dinilai bertindak jahat. Sesungguhnya, menurutku, teman-teman yang aku delete di pertemanan FB bukan karena aku tidak suka, toh di dunia nyata mereka tetap kuanggap teman bahkan banyak yang memang orang baik-baik. Alasanku menghapus pertemanan di FB antara lain :
a. aku kesulitan memantau siapa-siapa saja teman FBku, meski tidak terlalu banyak rasanya tidak nyaman kalau aku sama sekali buta tentang siapa dia
b. pemilik akun tidak aktip, sehingga bagiku hanya memenuhi list pertemanan tanpa arti sama sekali
c. kurang sejalan dengan pemikirannya, jadi tidak nyaman untuk saling berbagi
d. upload foto-foto tidak sopan atau dia berteman dan menyukai (like) dengan orang-orang yang gemar foto tidak sopan
e. statusnya menggambarkan kesombongan sehingga mengganggap remeh dan bodoh orang lain, suka berbantah-bantahan atau adu komentar atas sesuatu, susah menerima masukan orang lain

Begitulah kurang lebihnya pertemanan di dunia maya. Eh, ada lagi yang 'lucu' nih. Kalau di twitter cukup umum orang minta difolback, nah di FB ada juga yang minta di like back setelah ngelike status orang lain. Hehe...ada-ada saja. Jumlah follower, jumah teman FB, jumlah yang menyukai status kita, toh tidak menggambarkan tinggi rendahnya derajat seseorang. Marilah berbijak-bijak berteman di dunia maya, carilah teman yang tega menyeret dan membentuk kita menjadi lebih baik lagi, yang artinya kita mampu memungut hal-hal positip dari jejaring sosial tersebut.

Saturday, December 17, 2011

Pengalaman dengan Angkot

Di satu grup FB yang aku ikuti ada lomba menulis pengalaman dengan angkot, berhubung berita belakangan ini sering terjadi kejahatan dalam angkot. Jadi, ceritanya aku mau tulis juga beberapa pengalamanku dengan angkot, first dalam blog sendiri dulu.

Jaman SMA, karena jarak dari rumah ke sekolah cukup jauh, sekitar 3 km, aku harus naik angkot setiap berangkat ke sekolah. Angkot di Balikpapan, jaman dulu disebut taksi, kayaknya baru-baru ini saja disebut angkot untuk membedakan dengan taksi yang berargo. Nah, asyiknya naik angkot di Balikpapan adalah hampir seluruh angkot suka menyetel lagu sepanjang perjalanan. Jadi setiap angkot punya ciri khas lagu sesuai minat supirnya. Kebalikannya, karena seringnya naik angkot tertentu, lama-lama kalau dengar suatu lagu jadi keinget dah pengalaman naik angkot SMA dahulu...haha....

Jaman kuliah dan sering bolak-balik Bogor - Jakarta, mengharuskan sering naik angkutan umum berbagai jenis, antara lain kereta api, bis antar kota, bis PATAS, mikrolet, metromini, bajaj, hingga bemo... (eh...ngomong-ngomong masih ada nggak sih bemo sekarang..?). Pengalaman kurang menyenangkan saat itu naik bis PATAS, biasa lah angkutan umum di Jakarta jarang yang lengang pasti penuh sesak, jarang dapat dudukan, sering juga berdiri himpit-himpitan. Nah, saat berhimpitan itu rupanya ada aksi pencopet di tas ku. Ketahuannya setelah aku turun di terminal dan memerlukan uang untuk melanjutkan angkot berikutnya. Ternyata tasku sudah sobek, disilet. Ada hasilnya juga tuh pencopet, meski Alhamdulillah yang bisa ditariknya cuma dompet uang recehannku, sementara dompet yang berisi kartu-kartu dan uang lembaran tidak terangkut. Hanya jadinya aku kesulitan uang receh, jadi harus memecah uang lembaran yang nilainya lebih besar dahulu, kalau tidak salah kubelikan malajah saat itu untuk mendapat kembalian recehan.

Yang ini termasuk kejadian lucu. Waktu aku sibuk test masuk kerja di salah satu Bank yang kebetulan ada di Banjarmasin. Aku bukan dari Banjarmasin meskipun ada keturunan banjar dari orangtua, sehingga belum mengerti sepenuhnya bahasa banjar. Aku menginap di tempat sepupu dan untuk menuju kantor Bank tersebut, aku naik bajaj. Karena orang baru, sepanjang jalan aku terus memperhatikan dan coba menghapal jalan yang dilewati serta berkonsentrasi dengan perkiraan test yang akan dihadapi. Tiba-tiba supir bajajnya bertanya, "Uangnya bangsul kah?" Hah, pikirku emang ada nama Bank yaitu Bank Sul ? Spontan kujawab, "Bukan, tapi Bank B**" (tujuanku saat itu). Bajaj itu menepi, kemudian sambil memesan minyak/bensin buat mesinnya supirnya ngomong lagi, "Duitnya ba angsul kah?" Oooohhhh, ba angsul artinya (perlu) kembalian kah, karena uang receh beliau mau dipakai buat beli bensin. Hahaha...baru ngerti maksudnya, lucu ya, emang ada nama Bank yaitu Bang Sul, ada juga Bang Zul...haha..., sejak saat itu bahasa banjarku mengalami kemajuan kok..

Pengalaman lebih baru, karena bukan di kota sendiri jadi harus naik angkot selama berada di Surabaya. Saat itu aku dan anak-anakku dan adik iparku dengan seorang anaknya. Kami di Surabaya untuk pengobatan anakku sehingga hampir sebagian besar pikiranku hanya tentang seorang anakku itu, atau kurang perhatian dengan hal-hal lain. Setibanya di tempat tujuan, kami turun dan angkot pun berlalu. Beberapa saat kemudian baru adik iparku sadar bahwa dua buah hape yang diletakkan dalam tas sudah raib. Satu hape miliknya satu hape lainnya milik anaknya. Ternyata runut kejadian adalah, saat dalam angkot ada satu penumpang yang tiba-tiba merasa tidak enak badan dan sepertinya mau muntah, refleks adik iparku yang duduk di hadapan 'pemancing' itu memberi bantuan dengan mencarikan tisu dalam tas dan memberikannnya kepada orang 'sakit' itu. Begitulah. Saat ini, setelah nonton acara di Trans-7 yang menampilkan trik-trik pencopet di tempat umum, aku baru ngeh, bahwa itu salah satu strategi kawanan pencopet. Yah, kawanan, karena tidak mungkin dia bergerak sendiri.

Sebagai penutup, cerita lucu pengalaman dahulu kala di Bogor. Biasa kan, kenek kalo memancing atau manggil-manggil calon penumpang dengan meneriakkan nama daerah tujuannya, misal 'rambutan-rambutan.....senen-senen.....banteng-banteng......' pokoknya yang ditangkap telinga adalah ujung nama lokasi tujuannya. Nah, saat itu di Bogor sang kenek teriak-teriak 'kambing-kambing-kambing...' (maksudnya tujuan Bantar Kambing) ....eh, ada aja yang naik. Haha....ternyata dipanggil kambing pada naik tuh teman-temanku. Ini sekedar hiburan berdasarkan kisah nyata, btw masih adakah hal itu di Bogor sekarang ?

Tuesday, December 13, 2011

Cuma Foto

Bingung mau nulis apa...jadi naruh gambar dulu saja, biar keiket maknanya. Ini foto-foto yang kusuka...
Durian Kalteng
Ekor udang pelangi
Kisah dibalik gambar :

Durian itu dibeli oleh suamiku dari suatu daerah di Kalimantan Tengah. Hitung-hitung murah juga nggak sih, sekarung harganya Rp.50.000,- saja, isinya sekitar 15 buah, langsung mungut di bawah pohon durennya. Rasanya manis meski daging buahnya relatip tipis. Karena relatip terlalu banyak sementara bukan penikmat duren yang maniak, sebagian masih ada di simpan dalam wadah di kulkas (sudah dikeluarkan dari kulitnya). Ternyata dalam keadaan dingin dari kulkas lebih nikmat lagi ...hehe..

Si udang ini hanya seekor dari sekawanannya yang berbobot sekitar r seperempat kilogram. Dibeli dari tukang sayur keliling. Adanya dan tersisa cuma segitu, dibeli kemudian disiangi, eh...kok ada yang yang lain sendiri ekornya. Asli cuma satu ekor yang begini. Jadi sebelum diolah jadi makanan, mejeng dulu deh di depan kamera. Cakep ya, warna pelangi di ujung ekornya itu...




Ini rumah cakep dari HGTV Dream Home, benar-benar rumah impian termasuk mobilnya juga...Aamiin...

Wednesday, December 7, 2011

Indonesia yang Kucinta

Bismillahirrahmaannirrahiim... Alhamdulillah diberi nikmat sehat dan waktu untuk menjenguk blog ini lagi. Kurang ideal memang karena belum bisa rutin setiap hari menulis di sini, apa boleh buat banyak kesibukan lain yang menyita waktu. Percayalah, sebagai kesibukan sebagai Manajer Keluarga, apalagi tanpa ART atau sanak keluarga yang membantu, sungguh jauh lebih berat dan komplek daripada manajer kantoran. Maunya mengetik setiap ada ide, tapi repot karena perlu menyalakan dan standby terus depan komputer, sementara sang komputer edisi lama alias cukup makan tempat dan kurang portable. Jangan ditanya betapa inginya punya sejenis komputer yang lebih portable biar saat malam hari, di kamar tidur pun bisa mengetik. Lirik-lirik sih sudah, tapi ada barang yang lebih utama dibeli terlebih dahulu daripada sebuah komputer. Yah, kemarin kami baru membeli sebuah mesin cuci, pengganti mesin cuci lama yang telah setia menemani hampir dua belas tahun. Selama di toko perlengkapan rumah tangga/barang elektronik, lirik-lirik ke laptop dan netbook. Hmmmm, benda-benda yang secara ukuran lebih kecil daripada mesin cuci itu harganya sampai 3 - 4 kali lipat harga mesin cuci. Ya sudahlah, mungkin lain waktu kami bisa memilikinya.

Apa yang ingin kuceritakan adalah terkait berita akhir-akhir ini. Sebelumnya aku sangat terkesan dengan acara Kick Andy dengan episodenya Indonesia Mengajar. Kupikir banyak yang sama kagumnya denganku. Anak-anak muda yang baru lulus sarjana (kalau sesuai kriteria adalah yang berusia maksimal 25 tahun), dengan prestasi akademik maupun prestasi bidang lainnya yang luar biasa, rela dan ikhlas menerjunkan diri sebagai pengajar di sekolah-sekolah di pelosok-pelosok negeri tercinta ini. Padahal dengan modal kecakapan yang hebat itu sebenarnya merkea bisa bekerja di bidang yang secara materi lebih memuaskan. Tapi di sinilah letak istimewanya program Indonesia Mengajar. Program dibuka untuk seluruh lulusan sarjana dengan beberapa kriteria, sehingga tentunya mereka yang mendaftar dan telah digembleng adalah yang benar-benar siap terjun sebagai pengajar muda, pengasah bibit-bibit unggul di pelosok yang secara umumnya lokasi penempatan adalah yang minim berbagai fasilitas. Ada  yang ditempatkan di suatu daeraha yang untuk menempuhnya saja harus dengan kapal atau perahu berjam-jam, di daerah sulit air dan sulit bahan baku sayur-sayuran, daerah yang terisolir sehingga konukasi dengan daerah lain susah, penyesuaian-penyesuaian dengan kebiasaan setempat, dll. Kesannya kok mau ditempatkan di lokasi yang tidak nyaman tersebut, sementara peluang karir di kota-kota lebih menjanjikan. Bahkan ada yang relah meninggalkan karirnya yang cukup baik di luar negeri, hanya untuk mengabdi melalui program ini. Diriku saja mungkin belum sanggup seperti itu sekiranya dahulu telah ada program ini. Aku jadi ingat desa tempat diriku dan kawan-kawan KKN dulu. Suatu desa di Jawa Barat, diatas gunung, meski jauh masih dapat ditempuh lewat darat (jalan sudah bagus/beraspal), tetapi belum ada listrik. Eh, ternyata di abad 21 ini, masih ada beberapa desa di negeri ini yang belum tersentuh listrik juga, apalagi sinyal komunikasi.

Di sisi lain, ramainya kabar, beberapa PNS berusia muda terindikasi melakukan korupsi sehingga kekayaan mereka dinilai tidak wajar (milyaran rupiah). Berita ini masih terus dibahas dan entah bagaimana tindak lanjutnya, benar tidaknya. Sebagai orang awam, aku hanya berpikir 'nyaman'nya bekerja seperti itu, dengan usia masih muda dan masa kerja relatip masih pendek, sudah berhasil menumpuk kekayaan yang luar biasa. Sungguh kenikmatan dan keberkahan pekerjaan kita hanya bisa dinilai oleh hati, bagaimana perasaan hati kita atas apa yang kita perbuat. Orang yang jujur tentu rasa di hatinya berbeda dengan rasa hati dari perbuatan yang tidak jujur, ada kegelisahan yang menggelitik. Belum lagi keberkahan rezeki yang tentunya lebih dinilai olehNya. Betul jika dikatakan, bila hati kita sudah tidak bisa merasakan gelisah lagi saat melakukan dosa-dosa kecil, maka itu pertanda hati kita telah kotor atau bahkan telah menghitam dan mati, naudzubillah. Salah satu iklahn di televisi, kusimpulkan begini, perselingkuhan kecil di masa muda adalah biang korupsi di masa mendatang. Dosa-dosa kecil yang dibiarkan, menjadi suatu kebiasaan yang terlihat wajar untuk dilakukan. Padahal anak-anak muda ini lah pilar-pilar negara di masa mendatang. Bagaimana nasib negeri ini sekiranya  banyak pilar-pilarnya yang ternyata keropos di dalamnya.

Sungguh dua contoh geliat anak-anak muda yang berbeda. Berharap bahwa akan lebih banyak anak-anak muda bersemangat seperti para sahabatnya di Indonesia Mengajar, berharap akan berkurang anak muda yang 'mabuk' harta dan jabatan dengan merugikan orang lain. Hmmm, sambil mengetik ini, di televisi disiarkan berita selebriti muda yang suka beli mobil-mobil mewah. Wahhh...jangan sampai negeri ini dipenuhi anak muda yang semakin konsumtip (jadi ingat kejadian desak-desakan rebutan promo Blakcberry murah beberapa saat yang lalu), sementara di sisi lain orang-orang miskin juga desak-desakan memperebutkan bahan pokok. Indonesia negara yang besar, semoga jiwa positipnya yang besar dan bukan kesenjangan sosialnya yang juga semakin besar. Aku masih cinta Indonesia.

Thursday, December 1, 2011

Untuk Siapa Kita Bekerja


Dulu kala (hehe...serasa jadul amat),  ada rekan sekantor pria yang baru menikah. Seharusnya dan biasanya pasangan yang baru menikah ‘kan masih kental mesra-mesranya, tapi rekan satu ini agak aneh.  Beberapa kali mengeluh karena istrinya terlalu sering menelepon ke kantor, dan beberapa  kali menceritakan ‘kekurangan’ pasangannya. Duluuuu..., kami  hanya tertawa menanggapi, tetapi saat ini dengan pemahaman agama yang relatip nambah sedikit, aku menyesalkan perbuatannya.  Seandainya aku berada di posisi sang istri, mungkin aku juga akan bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan suamiku di jam-jam kerjanya di kantor dan yang pasti aku juga akan sangat keberatan kalau aib pasangan (meskipun remeh dan nampak kecil) diumbar jadi bahan cerita di kantor.

Mungkin istrinya termasuk tipe pencemburu atau over perhatian kepada suami. Kalau aku sendiri, dengan jaman sms murah mudah saat ini, lebih banyak menggunakan sms  daripada menelepon langsung, dikarenakan memaklumi  jam-jam sibuk suami di kantor, kecuali dalam keadaan sangat mendesak. Bukankah sesuatu yang pantas disyukuri kita masih sering berkomunikasi dengan pasangan kita meskipun sama-sama sibuk, lebih baik sibuk dengan pasangan yang halal daripada curhat ke orang lain. Kesibukan kerja sebaiknya tidak mengabaikan orang-orang terkasih kita (keluarga) yang senantiasa sabar menunggu di rumah, yang juga perlu perhatian kita.

Kembali  ke  jaman dulu, ..hehe review kisahnya, aku pernah ‘ditegur’ oleh seorang pegawai senior. Saat itu aku belum menikah sehingga seluruh gajiku lebih banyak ditabung untuk keperluan sendiri. Rasanya senang saja melihat bila bukit tabungan itu meninggi.  Dia menegur seperti ini  “Duit juga tidak akan dibawa mati, Pik” ....Hmmm, betul  juga sih, siapa yang menyangkal hal itu karena yang kita bawa mati hanya amal. Maksud beliau saat itu, secara kalimat adalah baik yaitu tidak mengagung-agungkan harta di dunia. Tapi tahukah saudara, maksud lainnya saat itu adalah untuk meminjam uang kepadaku...hehe...

Untuk siapa sebenarnya kita bekerja, untuk siapa kita bersusahpayah mencari rezeki dalam bentuk uang/gaji.  Ketika bujangan, kita bebas menggunakannya untuk keperluan pribadi sendiri  dan ketika telah berkeluarga, bertambah banyaklah lubang-lubang pengeluaran rumah tangga dan anak-anak. Semakin banyak dan bertumbuh anak-anak, semakin  besar pula biaya yang dikeluarkan. Tidak pantas rasanya  merindukan gundukan gaji betah di rekening seperti  jaman bujangan dahulu. Baliklah ke diri sendiri, setelah menjalani  kehidupan berumahtangga bertahun-tahun, apa tujuan kita atau seorang kepala keluarga bekerja. Bukankah kita punya tanggungjawab atas keluarga yang kita bina, istri dan anak-anak. Tanggungjawab bukan sekedar lahiriah semata, tetapi sebuah keluarga, tepatnya istri dan anak-anak di rumah, juga membutuhkan kasih sayang dan perhatian seorang suami/bapak. Gaji seorang suami/bapak adalah bentuk tanggungjawab lahir menafkahi keluarga, sedangkan perhatian (meskipun sedikit di sela-sela kesibukan kerja) adalah tanggungjawab memenuhi bafkah batiniah keluarga. Sayangi  keluarga di rumah, karena mereka adalah alasan kita bekerja.

Sekedar penyegaran :

Seorang suami sedang membaca sebuah buku,  dengan wajah yang sedih
Istri        : mas, sedang apa?
Suami    : sedang baca buku, dik
Istri        : apa isi ceritanya, serius amat...
Suami    : iya, endingnya menyedihkan
Istri        : buku apa sih, mas?
Suami     : ini nih, buku tabungan .........................:))

Hari AIDS tanggal 1 Desember


Hari ini  tanggal 1 Desember ternyata adalah hari AIDS. Tadi dapat selebaran yang dibagikan oleh para mahasiswa yang relatip masih muda-muda,  selebaran yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi  dalam rangka hari AIDS tersebut.  Tak lupa disematkan pada ujungnya pita merah putih nan mungil,  dibagikan ke seluruh pengguna jalan yang melalui pertigaan itu.

Isi selebaran antara lain menjelaskan apa itu penyakit  AIDS dan HIV, bagaimana cara penyebarannya,  cara aman menghindarinya, dan himbauan untuk  konseling bila seseorang menginginkan untuk mengetahui status HIVnya.

Yang ingin kugarisbawahi di sini adalah ketidaksetujuanku pada beberapa pernyataan dalam selebaran tersebut.  Antara lain cara-cara berhubungan seksual dengan pasangan yang aman.  Dan satu paragrap lagi yang memuat kalimat seperti ini :

SUAMI HEBAT adalah suami yang melindungi dirinya dari penyakit  (pakai  kondom kalau ‘jajan’) sehingga ia tidak akan menularkan penyakit kepada istri, anaknya dan orang lain.
Hmmm, dalam kalimat ini arahnya jelas ‘suami’ disini adalah positip penderita, tapi  kok masih  dimaklumi  berhubungan dengan bukan istrinya (‘jajan’) dengan menyampaikan cara berhubungan yang aman dengan orang lain. Terlalu....
 

Sejak awal, sebagai  tindakan pencegahan,  sebagai orang yang beragama seharusnya kita sudah mengerti  bahwa satu-satunya orang yang halal adalah pasangan kita. Jelas  bahwa agama telah mengatur agar perilaku umatnya jauh dari perbuatan tidak baik. Berbagai penyebab penyebaran HIV AIDS  yang menurutku benar-benar korban adalah seseorang yang mendapat  transfusi  darah dari pendonor yang terinfeksi dan anak yang dilahirkan oleh ibu penderita HIV AIDS .  Sedangkan penyebab lainnya lebih merupakan akibat perbuatan yang kurang baik manusia itu sendiri  yaitu pergaulan/hubungan seksual  yang bebas dan penggunaan narkoba melalui jarum suntik.  Jadi demi pencegahan lebih lanjut bukan dengan ‘menghalalkan’ hubungan suami istri  dengan siapa saja asal menggunakan pengaman  (kondom), tetapi  lebih menekankan pemahaman gambaran buruknya akibat hubungan bebas tersebut, baik untuk kesehatan diri sendiri apalagi terhadap ajaran agama.

Terhadap penderita HIV AIDS, terutama anak-anak, seharusnya memang  tidak dijauhi  karena mereka perlu dukungan  untuk menjalani hidup lebih baik. Mereka telah menggoreskan pelajaran yang seharusnya dapat kita sarikan dengan baik hikmahnya.