Bismillahirrahmaannirrahiim... Alhamdulillah diberi nikmat sehat dan waktu untuk menjenguk blog ini lagi. Kurang ideal memang karena belum bisa rutin setiap hari menulis di sini, apa boleh buat banyak kesibukan lain yang menyita waktu. Percayalah, sebagai kesibukan sebagai Manajer Keluarga, apalagi tanpa ART atau sanak keluarga yang membantu, sungguh jauh lebih berat dan komplek daripada manajer kantoran. Maunya mengetik setiap ada ide, tapi repot karena perlu menyalakan dan standby terus depan komputer, sementara sang komputer edisi lama alias cukup makan tempat dan kurang portable. Jangan ditanya betapa inginya punya sejenis komputer yang lebih portable biar saat malam hari, di kamar tidur pun bisa mengetik. Lirik-lirik sih sudah, tapi ada barang yang lebih utama dibeli terlebih dahulu daripada sebuah komputer. Yah, kemarin kami baru membeli sebuah mesin cuci, pengganti mesin cuci lama yang telah setia menemani hampir dua belas tahun. Selama di toko perlengkapan rumah tangga/barang elektronik, lirik-lirik ke laptop dan netbook. Hmmmm, benda-benda yang secara ukuran lebih kecil daripada mesin cuci itu harganya sampai 3 - 4 kali lipat harga mesin cuci. Ya sudahlah, mungkin lain waktu kami bisa memilikinya.
Apa yang ingin kuceritakan adalah terkait berita akhir-akhir ini. Sebelumnya aku sangat terkesan dengan acara Kick Andy dengan episodenya Indonesia Mengajar. Kupikir banyak yang sama kagumnya denganku. Anak-anak muda yang baru lulus sarjana (kalau sesuai kriteria adalah yang berusia maksimal 25 tahun), dengan prestasi akademik maupun prestasi bidang lainnya yang luar biasa, rela dan ikhlas menerjunkan diri sebagai pengajar di sekolah-sekolah di pelosok-pelosok negeri tercinta ini. Padahal dengan modal kecakapan yang hebat itu sebenarnya merkea bisa bekerja di bidang yang secara materi lebih memuaskan. Tapi di sinilah letak istimewanya program Indonesia Mengajar. Program dibuka untuk seluruh lulusan sarjana dengan beberapa kriteria, sehingga tentunya mereka yang mendaftar dan telah digembleng adalah yang benar-benar siap terjun sebagai pengajar muda, pengasah bibit-bibit unggul di pelosok yang secara umumnya lokasi penempatan adalah yang minim berbagai fasilitas. Ada yang ditempatkan di suatu daeraha yang untuk menempuhnya saja harus dengan kapal atau perahu berjam-jam, di daerah sulit air dan sulit bahan baku sayur-sayuran, daerah yang terisolir sehingga konukasi dengan daerah lain susah, penyesuaian-penyesuaian dengan kebiasaan setempat, dll. Kesannya kok mau ditempatkan di lokasi yang tidak nyaman tersebut, sementara peluang karir di kota-kota lebih menjanjikan. Bahkan ada yang relah meninggalkan karirnya yang cukup baik di luar negeri, hanya untuk mengabdi melalui program ini. Diriku saja mungkin belum sanggup seperti itu sekiranya dahulu telah ada program ini. Aku jadi ingat desa tempat diriku dan kawan-kawan KKN dulu. Suatu desa di Jawa Barat, diatas gunung, meski jauh masih dapat ditempuh lewat darat (jalan sudah bagus/beraspal), tetapi belum ada listrik. Eh, ternyata di abad 21 ini, masih ada beberapa desa di negeri ini yang belum tersentuh listrik juga, apalagi sinyal komunikasi.
Di sisi lain, ramainya kabar, beberapa PNS berusia muda terindikasi melakukan korupsi sehingga kekayaan mereka dinilai tidak wajar (milyaran rupiah). Berita ini masih terus dibahas dan entah bagaimana tindak lanjutnya, benar tidaknya. Sebagai orang awam, aku hanya berpikir 'nyaman'nya bekerja seperti itu, dengan usia masih muda dan masa kerja relatip masih pendek, sudah berhasil menumpuk kekayaan yang luar biasa. Sungguh kenikmatan dan keberkahan pekerjaan kita hanya bisa dinilai oleh hati, bagaimana perasaan hati kita atas apa yang kita perbuat. Orang yang jujur tentu rasa di hatinya berbeda dengan rasa hati dari perbuatan yang tidak jujur, ada kegelisahan yang menggelitik. Belum lagi keberkahan rezeki yang tentunya lebih dinilai olehNya. Betul jika dikatakan, bila hati kita sudah tidak bisa merasakan gelisah lagi saat melakukan dosa-dosa kecil, maka itu pertanda hati kita telah kotor atau bahkan telah menghitam dan mati, naudzubillah. Salah satu iklahn di televisi, kusimpulkan begini, perselingkuhan kecil di masa muda adalah biang korupsi di masa mendatang. Dosa-dosa kecil yang dibiarkan, menjadi suatu kebiasaan yang terlihat wajar untuk dilakukan. Padahal anak-anak muda ini lah pilar-pilar negara di masa mendatang. Bagaimana nasib negeri ini sekiranya banyak pilar-pilarnya yang ternyata keropos di dalamnya.
Sungguh dua contoh geliat anak-anak muda yang berbeda. Berharap bahwa akan lebih banyak anak-anak muda bersemangat seperti para sahabatnya di Indonesia Mengajar, berharap akan berkurang anak muda yang 'mabuk' harta dan jabatan dengan merugikan orang lain. Hmmm, sambil mengetik ini, di televisi disiarkan berita selebriti muda yang suka beli mobil-mobil mewah. Wahhh...jangan sampai negeri ini dipenuhi anak muda yang semakin konsumtip (jadi ingat kejadian desak-desakan rebutan promo Blakcberry murah beberapa saat yang lalu), sementara di sisi lain orang-orang miskin juga desak-desakan memperebutkan bahan pokok. Indonesia negara yang besar, semoga jiwa positipnya yang besar dan bukan kesenjangan sosialnya yang juga semakin besar. Aku masih cinta Indonesia.
No comments:
Post a Comment