Manusia suka melihat aib orang lain, rame-rame lagi. Coba lihat, banyaknya tayangan infotainment di berbagai channel, padahal isinya kurang lebih sama. Tentang selebritis si A, si B, si C, dsb. Dengan berbagai kata pengantar, bumbu penyedap agar penonton semakin 'panas' menunggu beritanya. Selesai jadi 'berita' di infotainment, diskusi bisa berlanjut di area lain, pertemuan ibu-ibu sampai di jejaring sosial. Lihat yang membicarakan adalah mulut-mulut kita, lisan-lisan kita. Mudahnya lidah bersilat menghambur kata. Bukankah telah diingatkan bahwa menggunjing orang lain itu seperti memakan daging saudara sendiri yang sudah mati?
Sungguh alangkah baiknya orang-orang yang sibuk meneliti aibnya sendiri daripada sibuk mengurusi aib oran lain (Hadits). Mungkin kita perlu alat optik khusus karena kuman di seberang lautan kok bisa terlihat, sementara benda sebesar gajah dipelupuk mata tidak terlihat.
Astaghfirullah hal adzim, ampuni lisan hamba yang sudah turut meramaikan area ghibah saudara sendiri, ampuni mata hamba yang sudah ikut menyorot aib saudara sendiri. Di sinilah berlaku bahwa diam itu emas, ya lebih baik diam daripada turt menggoreskan dosa-dosa kecil. Alangkah ngerinya sekiranya dosa itu berbau, tak ada yang mau mendekati kita. Sungguh Allah Maha Baik, yang senantiasa menutup aib kita bahkan di depan orang-orang yang memuji-muji kita.
Kita mungkin tidak lebih baik dari orang yang dihina. Alat timbang kita suka error karena lebih cenderung mengingat kebaikan-kebaikan kita, lupa menghisab dosa-dosa kita. Perbaiki timbangan diri sendiri dahulu, tidak perlu menakar-nakar keburukan orang lain (notes to myself).
No comments:
Post a Comment