Sunday, October 9, 2011

'Tabungan Haji'


Dari note seorang sahabat di fb, menarik dan luarbiasa. Bahwa modal untuk berhaji bukan sekedar mampu fisik dan materi atau hapal aturan2nya, tetapi yang lebih bernilai adalah tabungan amal baik kita yang mampu menjadi magnet. Sebuah niat berhaji biasanya belum terlaksana karena tidak ada modal materi, apalagi setiap tahun ONH cenderung naik. Nah, kedua kisah dari note tersebut semakin menjelaskan bahwa tabungan amal kebaikan seseorang ternyata sanggup 'mengongkosi' niat baik tersebut. Untuk kebaikan, terutama note to myself, tidak ada salahnya kisah nyata ini dishare.

----------------------------------------

Kisah Pertama, kisah seorang tukang rumput yang menunaikan haji bersama dua ratus ribu jamaah haji Indonesia. Kisahnya, bapak yang sudah berusia lanjut ini ditanya bagaimana sampai bisa menunaikan rukun Islam kelima ini. Dia mengatakan, bahwa dirinya adalah orang miskin, tak punya apa-apa. Pekerjaannya sehari-hari mencari rumput untuk kemudian dibawa ke rumah majikannya guna diberikan kepada tiga sapi milik bosnya.

Suatu hari, ia dipanggil oleh sang majikan yang bernama Abdul Karim. Si majikan ini wadul (lapor) mengenai keuangan keluarga yang semakin hari semakin menyusut karena tersendatnya pembayaran hutang dari orang-orang yang pernah berhutang kepadanya. Jika keadaaan dibiarkan begitu saja, tentu saja yang terkena dampak bukan saja majikan dan keluarganya, namun bapak tukang rumput juga akan terkena imbasnya.

Akhirnya, si pencari rumput mengatakan, “Ya sudah pak, coba saya tahajjudi, barangkali Allah berkenan membuka hati para penghutang itu.” Kebetulan, bapak ini aktivis tahajjud, yang tiap malam ia isi dengan Qiyamul Lail. Dalam doanya ia meminta kepada Allah agar membuka hati para penghutang sehingga keuangan sang majikan menjadi lancar seperti sedia kala.

Selang sepuluh hari, datanglah sang majikan kepada bapak tukang rumputnya. Ia datang sembari membawa uang yang lebih dari cukup untuk berangkat haji. “Ini hadiah saya buat bapak atas upaya bapak men-tahajjudi- orang-orang yang belum bayar hutang ke saya.

Bapak pencari rumput kaget tidak kepalang tanggung. Sama sekali ia tidak menyangka mendapat ‘durian runtuh’ dari sang majikan. Ia menangis tersedu-sedu. Ia gunakan uang tersebut untuk haji.

Memang, sejak muda ia sudah punya keinginan berangkat haji, namun ia juga tahu diri bahwa ia bukan orang mampu. Namun, Allah sebagai Sutradara dan Produser Yang Maha Agung dalam kehidupan ini, berkehendak lain.

Kisah Kedua, seorang penjual kerupuk dari Cilacap, Jawa Tengah. Anda tahu sendiri berapa sih pendapatan bersih seorang penjual kerupuk saban harinya. Lalu, dengan apa ia naik haji, dengan daun? Tentu tidak.

Meskipun ia seorang penjual kerupuk, ternyata ia punya amal perbuatan yang selalu ia lazimi, yaitu bersedakah kerupuk kepada para janda beserta anak-anaknya dan berdoa. Setiap hari, ia berkeliling dari rumah satu janda ke rumah janda lainnya. Tujuan hanya satu, ingin berbagi kepada sesama! Sementara doa yang selalu ia panjatkan adalah “Labbaikallahumma Labbaik, Labbaika Laa Syariika Lak Labbaik.” Inilah doa yang senantiasi membasahi bibir bapak penjual kerupuk.

Bukan tanpa alasan beliau berdoa demikian, karena ia sudah sejak lama ingin pergi ke Tanah Suc. Ia orang yang tidak fasih berbahasa Arab, tapi karena sering mendengar kalimat talbiyah khususnya menjelang sampai berakhirnya prosesi ibadah haji, sehingga ia ‘hanya’ merengek-rengek kepada Allah agar diberangkatkan haji dengan kalimat tersebut.

Suatu hari, ia shalat Dzuhur di masjid. Lagi-lagi ia mengulang doa, “Labbaikallahumma Labbaik, Labbaika Laa Syariika Lak Labbaik.” Ucapan doa tersebut terdengar oleh orang yang di dekatnya. Orang asing yang tak dikenalnya sama sekali, bertanya, “Mengapa bapak berdoa seperti itu?”

“Iya Pak, saya pingin sekali naik haji. Keinginan saya ini sudah saya pendam sejak lama, telah mengurat akar dalam hati. Tapi saya hanya penjual kerupuk yang kadang untuk makan sehari-hari saja, pas-pasan.” “Kalau bapak berkenan, bisakah bapak memberikan alamat rumah bapak.” Bapak penjual kerupuk memberikan alamatnya tanpa pernah tahu untuk apa ia meminta alamatnya, tanpa pernah sadar sebelumnya bahwa orang itu adalah ‘malaikatnya’ yang kelak akan merubah mimpinya menjadi sebuah kenyataan yang terang.

Setelah beberapa hari, orang asing betul-betul datang mengunjungi bapak penjual kerupuk. Ia datang dengan membawa dana segar sebagai bekal naik haji. Masih dalam keadaan kaget yang begitu dahsyat, orang asing ini pamit pulang, dan hingga saat penjual kerupuk menunaikan haji dan menceritakan kisahnya ini, ia tidak pernah tahu rimbanya, siapakah dia, dan di mana rumahnya.

----------------------------------------
Betapa nikmatnya perjalanan haji kedua orang tersebut dan mungkin jauh lebih berharga dari orang2 yang secara materi lebih mampu menunaikan haji berkali-kali. Haji tidak memberatkan kalau belum sanggup biayanya, bahkan haji menjadi bernilai kurang sekiranya sumber dana berasal dari haram atau lebih memberatkan ybs dan orang lain.

Alkisah, seorang pegawai ingin menunaikan ibadah haji namun uang yang ada belum mencukupi. Akhirnya dia berhutang kesana-kemari untuk menutupi kekurangan tersebut. Jelaslah, masalah timbul setelah kedatangannya dari tanah suci, karena dia harus melunasi hutang2nya. Masalah ternyata semakin berkembang karena sistem gali lubang tutup lubang. Untuk melunasi pinjaman ke A, dia berhutang ke B, untuk melunasi hutang ke C, pinjam lagi ke D, begitulah  gulungan keruwetan itu membesar. Akhirnya dia memutuskan untuk meminta, terlebih dahulu, hak warisnya atas sebidang tanah dan bangunan warisan almarhum orangtuanya yang saat ini ditempati salah satu saudaranya, seorang janda yang hidup sederhana.

Dari cerita2 di atas, semoga niat hajiku dan 'cara' keberangkatku kelak senantiasa bersih, halal, dan ridha di mataNya. Mari menabung amal kebaikan, sekecil apapapun tidak luput dari perhitunganNya.

No comments:

Post a Comment