Friday, December 30, 2011

Sampah dan Pemulung

Tadi ada seorang teman menulis catatan tentang sampah, dalam rangka menjelang tahun baru biasanya di tempat-tempat perayaan banyak meninggalkan sampah. Aku jadi teringat yang kulihat seminggu yang lalu, ketika melalui jalan umum yang sering kami lewati. Benar, itu termasuk jalan besar dan jalan umum. Tapi di salah satu sisinya ada sebidang tanah teruka yang penuh dengan tumpukan sampah. Tidak tahu siapa pemicunya, tambha hari timbunan sampah tambah melebar. Dan bisa dipastikan bila ada yang menaruh tulisan 'Dilarang Membuang Sampah Di sini' pasti itu belakangan setelah sampah menumpuk di sana. Dan herannya, masih banyak jgua yang suka membuang sampah di sana, terutama sambil melemparnya dari sepeda motor saat melintasi jalan tersebut.

Saking melebarnya, hingga sedikit demi sedikit memakan badan jalan. Nah, aktivitas di tempat pembuangan sampah ini terjadi setiap malam, pada saat banyak pemulung kerja di sana. Sebenarnya, bagiku pemulung juga berjasa, karena mereka memunguti benda-benda yang sekiranya masih dapat digunakan atau didaur ulang dengan cara menjualnya kembali ke pengumpul. Masalah timbul, karena biasanya para pemulung ini untuk memilah-milah benda yang bisa dipulung, mereka 'harus' menyobek-nyobek plastik bungkusan sampah sehingga isinya terburai keluar. Diaduk-aduk, dilebar-lebarin biar dapat yang dicari, tetapi hasil membongkar-bongkar mereka melebar sampai ke sepertiga badan jalan. Belum lagi kalau mereka lagi nungging-nungging saat memulung dengan tanpa sadar bahwa mereka berdiri di jalan beraspla dimana kendaran ramai lalulalang.

Sebenarnya ini sudah lama terjadi dan berlangsung setiap hari di lokasi yang sama, yang membuat aku ingin cerita di sini adalah yang kulihat seminggu yang lalu itu. Saat itu kami pulang ke rumah dan melewati jalan tersebut. Seperti biasanya, antri melewatinya dengan kendaraaan dari arah berlawanan karena luapan sampah ke badan jalan.  Saat menunggu giliran lewat itulah, kulihat seorang pemulung, seorang ibu dengan cekatan merobek-robek bungkusan sampah, menyisihkan yang tidak diperlukannya ke segala arah, dan mataku terpana dengan tangan beliau. Hebat euuyy, ternyata di pergelangan tangannya berjejer tumpukan rantai gelang yang kutaksir sekitar 5 cm-an. Hehe... banyak amat gelangnya ya, dilihat sekilas dari jenis dan warnanya kayaknya emas tuh, entahlah kalau bukan. Haha.., ngiri.... aku sendiri tak satupun gelang melingkar di tanganku. Andai saja bisa kufoto kejadian itu dan menzoom ke gelang-gelang heboh itu, ah.. jangan-jangan si ibu itu kabur duluan ya...

Koin Limaratusan

Aku belum bisa menjadi penulis yang rutin dan serius menulis di blog setiap saat. Masih susah, masih terus belajar, dan masih terus belajar mengatur waktu, maklum kesibukan sebagai ibu rumah tangga menyita waktu yang cukup banyak. Apalagi musim liburan begini, satu-satunya PC yang ada di rumah dikerubuti juga oleh anak-anak. Ingin menyempatkan diri pada malam hari, saat anak-anak tidur, eh.. keseringan pingin tidur juga karena cape.

Hanya ingin cerita sedikit, sudah lebih dari dua minggu yang lalu, aku sengaja berbelanja sedikit keperluan rumah tangga di sebuah minimarket. Selain memenuhi stock barang yang habis, juga berniat 'memecah' uang limapuluh ribuan. Maksudnya berharap kembalian adalah uang limaribuan kah, sepuluh ribuan kah, atau duapuluh ribuan dan seribuan. Apa daya, minimarket tersebut lagi kehabisan duit yang kuinginkan. Karena aku benar-benar tidak ada uang lain selain lima puluh ribuan, dan sang kasir tetap harus memberi kembalian, hehe... akhirnya aku diberi kembalian luar biasa dimana di antaranya adalah dua gulung uang lima ratusan  yang dalam satu gulungnya bernilai Rp.12.500,- so dua gulung bernilai Rp.25.000,- (gulungannya asli dari BI)

Berhari-hari aku bingung bagaimana 'menghabiskan duapuluh lima ribu yang limaratusan  ini ya. Ke tukang sayur keliling, kadang-kadang kubayar dengan lima ratusan sampai senilai tiga ribu sampai lima rribu, atau yang berujung-ujung lima ratus. Lama juga habisnya. Akhirnya hari ini, saat belanja dengan tukang roti keliling, total belanjaan keluargaku adalah Rp34.500.-- kubayar dengan selembar lima puluh ribu, tukangnya tidak punya uang kembalian. Aku cuma punya selembar duapuluhribuan. Akhirnya kubayar yang Rp.14.500,-- degnan uang koin lima ratusan. Hehe... tukang rotinya malah senang, ibarat dapat modal untuk kembalian di pelanggan lainnya. Aku juga lega, akhirnya terbuka juga dua gulungan koin lima ratusan itu meskipun belum habis seluruhnya.

Nilai KKM

Seminggu yang lalu, anak pertamaku menerima rapor hasil belajar semester ganjilnya. Ini rapor pertama sejak menjadi murid baru kelas VII SMP. Sesuatu yang baru pasti banyak cerita-cerita baru, sejak mendaftar hingga mengikuti kegiatan belajar mengajar anakku di sekolah. Nah, terakhir yang bikin aku terkejut adalah ketika kutanya berapa standar nilai KKM di sekolahnya. Kalau di SDnya dulu ada beberapa mata pelajaran yang KKMnya 75, ada yang 70, bahkan masih ada yang 60. Ternyata di SMPnya ini, mungkin karena termasuk SMP RSBI, untuk semua mata pelajaran KKMnya adalah 80. Luar biasa, tingginya. Bayangkan, satu level saja ada 300-an murid/anak didik, rasanya dengan jumlah mata pelajaran yang banyak, muatannya yang berat, sungguh hebat bisa mencapai nilai 80. Apakah mampu ke-300 anak didik tersebut mencapainya ?

Jaman ku sekolah dulu saja, nilai 80 itu sudah sangat hebat, padahal muatan pelajarannya belum seberat jaman sekarang. Sungguh, sebagai ibu baru untuk anak SMP, aku kaget membaca bahan pelajaran anakku. Satu mata pelajaran IPA saja terkandung tiga sub pelajaran yaitu Fisika, Biologi, dan Kimia, dan masing-masing memerlukan buku teks yang relatip tebal. Teringat ketika aku berusaha memahami 'satu' sub bab saja dalam biologi yaitu tentang Taksonomi, wah...banyaknya yang harus dibaca (hampir menyerupai bahan kuliah 'kali...) dan haruskah di pahami semua oleh anak kelas VII SMP ? Kemudian untuk IPS, terkandung pelajaran Sejarah, Geografi, dan Ekonomi.

Di salah satu statusnya, kawan FBku yang kebetulan seorang guru mengatakan telah selesai mengisi raport anak-anak, dan penekanan dengan kata-kata 'yang penting tercapai nilai KKM'.  Baru, aku 'mengerti', ternyata untuk mencapai nilai KKM tersebut, ada juga peran guru membantu di sana. Jelas 'kan, bagaimana bisa ratusan anak satu level kelas dengan kemampuan berbeda-beda dapat mencapai KKM yang tinggi. Lebih kaget lagi ketika mendengar cerita bahwa di sekolah RSBI satunya lagi nilai KKM-nya 90, hah...?? Ini murni pencapaian prestasi belajar anak didik atau apa ya ..., seharusnya ada perbaikan pada sistem pendidikan di Indonesia. Banyak mata pelajaran 'sia-sia' karena hanya hapalan, apalagi menjelang ulangan/ujian, setelah itu lupa karena tidak terpakai atau dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.

Meski cukup puas melihat raport anakku, hati kecilku tetap bertanya-tanya ... hmmmm,  pasti seluruh teman-teman selevelnya juga punya nilai rata-rata 80 'kan ... hebat juga sekolah ini. Kalau tidak salah, aku sempat melihat list-nya, hanya satu orang teman sekelas anakku yang di satu mata pelajarannya punya KKM 70 dan itu telah distabilo merah oleh gurunya. Duh, padahal jamanku dulu 70 itu termasuk bagus.

Sekolah di jaman sekarang menuntut orangtuanya ikut belajar dan mau terus memperbaharui pengetahuannya. Ilmu 'kan terus berkembang dan bahan pelajaran anak-anak sekarang, menurutku, luar biasa beratnya. Sudah jam pelajaran di kelas lama, ditambah les yang diadakan sekolah, plus kalau yang ikutan les-les atau bimbel di luar sekolah. Kasihan anak-anak.

Wednesday, December 21, 2011

Jejaring Sosial

Ramainya status bertaburan di facebook atau twit di twitter. Umumnya pada setuju bahwa apa yang tertulis sebagian besar adalah gambaran sang pemilik akun. Tapi ternyata ada juga beberapa sifat aslinya tersembunyi di balik kebijakan status-statusnya. Maksudnya setiap posting status, bernilai kebaikan, mengajak kebaikan, tetapi di dunia nyata dia tidak atau belum sebaik yang kita sangka. Tapi, hal itu menurutku lebih baik dalam artian dengan status positipnya itu sebenanrnya dia sedang berusaha meningkatkan kadar kebaikannya, daripada posting yang enggak-enggak dan mengganggu keamanan dan  ketertiban.

Beberapa hari belakangan ini, banyak pelajaran yang bisa diambil, terutama dari pertemanan di FB. Ada satu teman pria yang dikenal sering membuat status keagamaan, hal-hal kebaikan, dan kadang-kadang dipanggil ustadz. Tiba-tiba selama beberapa hari akunnya kena hack, dan yang ngehack seperti biasa adalah online shop yang berjualan barang elektronik. Setelah akun dapat diperoleh oleh beliau kembali, beginilah penjelasannya. Tapi saya salut, beliau sebelumnya minta maaf pada teman-teman FBnya, karena beliau ternyata menanggapi chatting seseorang bernama wanita sehingga jebollah alamat email dan password.

Seorang teman lain, wanita sebutlah S, juga sering mengupdate status tentang hal kebaikan dan agama. Turut kena hack seseorang. Yang menghebohkan adalah sang hacker membuat status yang melukiskan percakapan atau chatting di inbox atas nama S dengan seorang pria. Padahal diketahui bahwa si S ini sudah bersuami, intinya teman ngobrol di inbox itu semacam PIL lah. Status sejenis itu berulang kali dengan rincian yang cukup panjang, Lepas benar tidaknya kisah itu, namanya juga akun kena hack, memberi pelajaran berarti buat kita supaya lebih berhati-hati menjaga tingkah laku dan sikap.

Seorang teman lagi, menuliskan status tentang kekesalan terhadap seorang teman FBnya. Konon teman FBnya ini sering posting status keagamaan, tapi ujung-ujungnya sering menyakitkan hati dan menyudutkan golongan-golongan tertentu. Jadilah oleh temanku diblokir sekalian, saking kesalnya katanya...

Beberapa teman FB secara jelas menulis status sedang melakukan penghapusan beberapa nama teman FB. Baik-baik ya mereka, sementara aku diam-diam begini cukup sering menghapus beberapa teman FB tanpa perlu memberi laporan di statusku. Oh, maafkan aku sekiranya dinilai bertindak jahat. Sesungguhnya, menurutku, teman-teman yang aku delete di pertemanan FB bukan karena aku tidak suka, toh di dunia nyata mereka tetap kuanggap teman bahkan banyak yang memang orang baik-baik. Alasanku menghapus pertemanan di FB antara lain :
a. aku kesulitan memantau siapa-siapa saja teman FBku, meski tidak terlalu banyak rasanya tidak nyaman kalau aku sama sekali buta tentang siapa dia
b. pemilik akun tidak aktip, sehingga bagiku hanya memenuhi list pertemanan tanpa arti sama sekali
c. kurang sejalan dengan pemikirannya, jadi tidak nyaman untuk saling berbagi
d. upload foto-foto tidak sopan atau dia berteman dan menyukai (like) dengan orang-orang yang gemar foto tidak sopan
e. statusnya menggambarkan kesombongan sehingga mengganggap remeh dan bodoh orang lain, suka berbantah-bantahan atau adu komentar atas sesuatu, susah menerima masukan orang lain

Begitulah kurang lebihnya pertemanan di dunia maya. Eh, ada lagi yang 'lucu' nih. Kalau di twitter cukup umum orang minta difolback, nah di FB ada juga yang minta di like back setelah ngelike status orang lain. Hehe...ada-ada saja. Jumlah follower, jumah teman FB, jumlah yang menyukai status kita, toh tidak menggambarkan tinggi rendahnya derajat seseorang. Marilah berbijak-bijak berteman di dunia maya, carilah teman yang tega menyeret dan membentuk kita menjadi lebih baik lagi, yang artinya kita mampu memungut hal-hal positip dari jejaring sosial tersebut.

Saturday, December 17, 2011

Pengalaman dengan Angkot

Di satu grup FB yang aku ikuti ada lomba menulis pengalaman dengan angkot, berhubung berita belakangan ini sering terjadi kejahatan dalam angkot. Jadi, ceritanya aku mau tulis juga beberapa pengalamanku dengan angkot, first dalam blog sendiri dulu.

Jaman SMA, karena jarak dari rumah ke sekolah cukup jauh, sekitar 3 km, aku harus naik angkot setiap berangkat ke sekolah. Angkot di Balikpapan, jaman dulu disebut taksi, kayaknya baru-baru ini saja disebut angkot untuk membedakan dengan taksi yang berargo. Nah, asyiknya naik angkot di Balikpapan adalah hampir seluruh angkot suka menyetel lagu sepanjang perjalanan. Jadi setiap angkot punya ciri khas lagu sesuai minat supirnya. Kebalikannya, karena seringnya naik angkot tertentu, lama-lama kalau dengar suatu lagu jadi keinget dah pengalaman naik angkot SMA dahulu...haha....

Jaman kuliah dan sering bolak-balik Bogor - Jakarta, mengharuskan sering naik angkutan umum berbagai jenis, antara lain kereta api, bis antar kota, bis PATAS, mikrolet, metromini, bajaj, hingga bemo... (eh...ngomong-ngomong masih ada nggak sih bemo sekarang..?). Pengalaman kurang menyenangkan saat itu naik bis PATAS, biasa lah angkutan umum di Jakarta jarang yang lengang pasti penuh sesak, jarang dapat dudukan, sering juga berdiri himpit-himpitan. Nah, saat berhimpitan itu rupanya ada aksi pencopet di tas ku. Ketahuannya setelah aku turun di terminal dan memerlukan uang untuk melanjutkan angkot berikutnya. Ternyata tasku sudah sobek, disilet. Ada hasilnya juga tuh pencopet, meski Alhamdulillah yang bisa ditariknya cuma dompet uang recehannku, sementara dompet yang berisi kartu-kartu dan uang lembaran tidak terangkut. Hanya jadinya aku kesulitan uang receh, jadi harus memecah uang lembaran yang nilainya lebih besar dahulu, kalau tidak salah kubelikan malajah saat itu untuk mendapat kembalian recehan.

Yang ini termasuk kejadian lucu. Waktu aku sibuk test masuk kerja di salah satu Bank yang kebetulan ada di Banjarmasin. Aku bukan dari Banjarmasin meskipun ada keturunan banjar dari orangtua, sehingga belum mengerti sepenuhnya bahasa banjar. Aku menginap di tempat sepupu dan untuk menuju kantor Bank tersebut, aku naik bajaj. Karena orang baru, sepanjang jalan aku terus memperhatikan dan coba menghapal jalan yang dilewati serta berkonsentrasi dengan perkiraan test yang akan dihadapi. Tiba-tiba supir bajajnya bertanya, "Uangnya bangsul kah?" Hah, pikirku emang ada nama Bank yaitu Bank Sul ? Spontan kujawab, "Bukan, tapi Bank B**" (tujuanku saat itu). Bajaj itu menepi, kemudian sambil memesan minyak/bensin buat mesinnya supirnya ngomong lagi, "Duitnya ba angsul kah?" Oooohhhh, ba angsul artinya (perlu) kembalian kah, karena uang receh beliau mau dipakai buat beli bensin. Hahaha...baru ngerti maksudnya, lucu ya, emang ada nama Bank yaitu Bang Sul, ada juga Bang Zul...haha..., sejak saat itu bahasa banjarku mengalami kemajuan kok..

Pengalaman lebih baru, karena bukan di kota sendiri jadi harus naik angkot selama berada di Surabaya. Saat itu aku dan anak-anakku dan adik iparku dengan seorang anaknya. Kami di Surabaya untuk pengobatan anakku sehingga hampir sebagian besar pikiranku hanya tentang seorang anakku itu, atau kurang perhatian dengan hal-hal lain. Setibanya di tempat tujuan, kami turun dan angkot pun berlalu. Beberapa saat kemudian baru adik iparku sadar bahwa dua buah hape yang diletakkan dalam tas sudah raib. Satu hape miliknya satu hape lainnya milik anaknya. Ternyata runut kejadian adalah, saat dalam angkot ada satu penumpang yang tiba-tiba merasa tidak enak badan dan sepertinya mau muntah, refleks adik iparku yang duduk di hadapan 'pemancing' itu memberi bantuan dengan mencarikan tisu dalam tas dan memberikannnya kepada orang 'sakit' itu. Begitulah. Saat ini, setelah nonton acara di Trans-7 yang menampilkan trik-trik pencopet di tempat umum, aku baru ngeh, bahwa itu salah satu strategi kawanan pencopet. Yah, kawanan, karena tidak mungkin dia bergerak sendiri.

Sebagai penutup, cerita lucu pengalaman dahulu kala di Bogor. Biasa kan, kenek kalo memancing atau manggil-manggil calon penumpang dengan meneriakkan nama daerah tujuannya, misal 'rambutan-rambutan.....senen-senen.....banteng-banteng......' pokoknya yang ditangkap telinga adalah ujung nama lokasi tujuannya. Nah, saat itu di Bogor sang kenek teriak-teriak 'kambing-kambing-kambing...' (maksudnya tujuan Bantar Kambing) ....eh, ada aja yang naik. Haha....ternyata dipanggil kambing pada naik tuh teman-temanku. Ini sekedar hiburan berdasarkan kisah nyata, btw masih adakah hal itu di Bogor sekarang ?

Tuesday, December 13, 2011

Cuma Foto

Bingung mau nulis apa...jadi naruh gambar dulu saja, biar keiket maknanya. Ini foto-foto yang kusuka...
Durian Kalteng
Ekor udang pelangi
Kisah dibalik gambar :

Durian itu dibeli oleh suamiku dari suatu daerah di Kalimantan Tengah. Hitung-hitung murah juga nggak sih, sekarung harganya Rp.50.000,- saja, isinya sekitar 15 buah, langsung mungut di bawah pohon durennya. Rasanya manis meski daging buahnya relatip tipis. Karena relatip terlalu banyak sementara bukan penikmat duren yang maniak, sebagian masih ada di simpan dalam wadah di kulkas (sudah dikeluarkan dari kulitnya). Ternyata dalam keadaan dingin dari kulkas lebih nikmat lagi ...hehe..

Si udang ini hanya seekor dari sekawanannya yang berbobot sekitar r seperempat kilogram. Dibeli dari tukang sayur keliling. Adanya dan tersisa cuma segitu, dibeli kemudian disiangi, eh...kok ada yang yang lain sendiri ekornya. Asli cuma satu ekor yang begini. Jadi sebelum diolah jadi makanan, mejeng dulu deh di depan kamera. Cakep ya, warna pelangi di ujung ekornya itu...




Ini rumah cakep dari HGTV Dream Home, benar-benar rumah impian termasuk mobilnya juga...Aamiin...

Wednesday, December 7, 2011

Indonesia yang Kucinta

Bismillahirrahmaannirrahiim... Alhamdulillah diberi nikmat sehat dan waktu untuk menjenguk blog ini lagi. Kurang ideal memang karena belum bisa rutin setiap hari menulis di sini, apa boleh buat banyak kesibukan lain yang menyita waktu. Percayalah, sebagai kesibukan sebagai Manajer Keluarga, apalagi tanpa ART atau sanak keluarga yang membantu, sungguh jauh lebih berat dan komplek daripada manajer kantoran. Maunya mengetik setiap ada ide, tapi repot karena perlu menyalakan dan standby terus depan komputer, sementara sang komputer edisi lama alias cukup makan tempat dan kurang portable. Jangan ditanya betapa inginya punya sejenis komputer yang lebih portable biar saat malam hari, di kamar tidur pun bisa mengetik. Lirik-lirik sih sudah, tapi ada barang yang lebih utama dibeli terlebih dahulu daripada sebuah komputer. Yah, kemarin kami baru membeli sebuah mesin cuci, pengganti mesin cuci lama yang telah setia menemani hampir dua belas tahun. Selama di toko perlengkapan rumah tangga/barang elektronik, lirik-lirik ke laptop dan netbook. Hmmmm, benda-benda yang secara ukuran lebih kecil daripada mesin cuci itu harganya sampai 3 - 4 kali lipat harga mesin cuci. Ya sudahlah, mungkin lain waktu kami bisa memilikinya.

Apa yang ingin kuceritakan adalah terkait berita akhir-akhir ini. Sebelumnya aku sangat terkesan dengan acara Kick Andy dengan episodenya Indonesia Mengajar. Kupikir banyak yang sama kagumnya denganku. Anak-anak muda yang baru lulus sarjana (kalau sesuai kriteria adalah yang berusia maksimal 25 tahun), dengan prestasi akademik maupun prestasi bidang lainnya yang luar biasa, rela dan ikhlas menerjunkan diri sebagai pengajar di sekolah-sekolah di pelosok-pelosok negeri tercinta ini. Padahal dengan modal kecakapan yang hebat itu sebenarnya merkea bisa bekerja di bidang yang secara materi lebih memuaskan. Tapi di sinilah letak istimewanya program Indonesia Mengajar. Program dibuka untuk seluruh lulusan sarjana dengan beberapa kriteria, sehingga tentunya mereka yang mendaftar dan telah digembleng adalah yang benar-benar siap terjun sebagai pengajar muda, pengasah bibit-bibit unggul di pelosok yang secara umumnya lokasi penempatan adalah yang minim berbagai fasilitas. Ada  yang ditempatkan di suatu daeraha yang untuk menempuhnya saja harus dengan kapal atau perahu berjam-jam, di daerah sulit air dan sulit bahan baku sayur-sayuran, daerah yang terisolir sehingga konukasi dengan daerah lain susah, penyesuaian-penyesuaian dengan kebiasaan setempat, dll. Kesannya kok mau ditempatkan di lokasi yang tidak nyaman tersebut, sementara peluang karir di kota-kota lebih menjanjikan. Bahkan ada yang relah meninggalkan karirnya yang cukup baik di luar negeri, hanya untuk mengabdi melalui program ini. Diriku saja mungkin belum sanggup seperti itu sekiranya dahulu telah ada program ini. Aku jadi ingat desa tempat diriku dan kawan-kawan KKN dulu. Suatu desa di Jawa Barat, diatas gunung, meski jauh masih dapat ditempuh lewat darat (jalan sudah bagus/beraspal), tetapi belum ada listrik. Eh, ternyata di abad 21 ini, masih ada beberapa desa di negeri ini yang belum tersentuh listrik juga, apalagi sinyal komunikasi.

Di sisi lain, ramainya kabar, beberapa PNS berusia muda terindikasi melakukan korupsi sehingga kekayaan mereka dinilai tidak wajar (milyaran rupiah). Berita ini masih terus dibahas dan entah bagaimana tindak lanjutnya, benar tidaknya. Sebagai orang awam, aku hanya berpikir 'nyaman'nya bekerja seperti itu, dengan usia masih muda dan masa kerja relatip masih pendek, sudah berhasil menumpuk kekayaan yang luar biasa. Sungguh kenikmatan dan keberkahan pekerjaan kita hanya bisa dinilai oleh hati, bagaimana perasaan hati kita atas apa yang kita perbuat. Orang yang jujur tentu rasa di hatinya berbeda dengan rasa hati dari perbuatan yang tidak jujur, ada kegelisahan yang menggelitik. Belum lagi keberkahan rezeki yang tentunya lebih dinilai olehNya. Betul jika dikatakan, bila hati kita sudah tidak bisa merasakan gelisah lagi saat melakukan dosa-dosa kecil, maka itu pertanda hati kita telah kotor atau bahkan telah menghitam dan mati, naudzubillah. Salah satu iklahn di televisi, kusimpulkan begini, perselingkuhan kecil di masa muda adalah biang korupsi di masa mendatang. Dosa-dosa kecil yang dibiarkan, menjadi suatu kebiasaan yang terlihat wajar untuk dilakukan. Padahal anak-anak muda ini lah pilar-pilar negara di masa mendatang. Bagaimana nasib negeri ini sekiranya  banyak pilar-pilarnya yang ternyata keropos di dalamnya.

Sungguh dua contoh geliat anak-anak muda yang berbeda. Berharap bahwa akan lebih banyak anak-anak muda bersemangat seperti para sahabatnya di Indonesia Mengajar, berharap akan berkurang anak muda yang 'mabuk' harta dan jabatan dengan merugikan orang lain. Hmmm, sambil mengetik ini, di televisi disiarkan berita selebriti muda yang suka beli mobil-mobil mewah. Wahhh...jangan sampai negeri ini dipenuhi anak muda yang semakin konsumtip (jadi ingat kejadian desak-desakan rebutan promo Blakcberry murah beberapa saat yang lalu), sementara di sisi lain orang-orang miskin juga desak-desakan memperebutkan bahan pokok. Indonesia negara yang besar, semoga jiwa positipnya yang besar dan bukan kesenjangan sosialnya yang juga semakin besar. Aku masih cinta Indonesia.

Thursday, December 1, 2011

Untuk Siapa Kita Bekerja


Dulu kala (hehe...serasa jadul amat),  ada rekan sekantor pria yang baru menikah. Seharusnya dan biasanya pasangan yang baru menikah ‘kan masih kental mesra-mesranya, tapi rekan satu ini agak aneh.  Beberapa kali mengeluh karena istrinya terlalu sering menelepon ke kantor, dan beberapa  kali menceritakan ‘kekurangan’ pasangannya. Duluuuu..., kami  hanya tertawa menanggapi, tetapi saat ini dengan pemahaman agama yang relatip nambah sedikit, aku menyesalkan perbuatannya.  Seandainya aku berada di posisi sang istri, mungkin aku juga akan bertanya-tanya apa yang sedang dilakukan suamiku di jam-jam kerjanya di kantor dan yang pasti aku juga akan sangat keberatan kalau aib pasangan (meskipun remeh dan nampak kecil) diumbar jadi bahan cerita di kantor.

Mungkin istrinya termasuk tipe pencemburu atau over perhatian kepada suami. Kalau aku sendiri, dengan jaman sms murah mudah saat ini, lebih banyak menggunakan sms  daripada menelepon langsung, dikarenakan memaklumi  jam-jam sibuk suami di kantor, kecuali dalam keadaan sangat mendesak. Bukankah sesuatu yang pantas disyukuri kita masih sering berkomunikasi dengan pasangan kita meskipun sama-sama sibuk, lebih baik sibuk dengan pasangan yang halal daripada curhat ke orang lain. Kesibukan kerja sebaiknya tidak mengabaikan orang-orang terkasih kita (keluarga) yang senantiasa sabar menunggu di rumah, yang juga perlu perhatian kita.

Kembali  ke  jaman dulu, ..hehe review kisahnya, aku pernah ‘ditegur’ oleh seorang pegawai senior. Saat itu aku belum menikah sehingga seluruh gajiku lebih banyak ditabung untuk keperluan sendiri. Rasanya senang saja melihat bila bukit tabungan itu meninggi.  Dia menegur seperti ini  “Duit juga tidak akan dibawa mati, Pik” ....Hmmm, betul  juga sih, siapa yang menyangkal hal itu karena yang kita bawa mati hanya amal. Maksud beliau saat itu, secara kalimat adalah baik yaitu tidak mengagung-agungkan harta di dunia. Tapi tahukah saudara, maksud lainnya saat itu adalah untuk meminjam uang kepadaku...hehe...

Untuk siapa sebenarnya kita bekerja, untuk siapa kita bersusahpayah mencari rezeki dalam bentuk uang/gaji.  Ketika bujangan, kita bebas menggunakannya untuk keperluan pribadi sendiri  dan ketika telah berkeluarga, bertambah banyaklah lubang-lubang pengeluaran rumah tangga dan anak-anak. Semakin banyak dan bertumbuh anak-anak, semakin  besar pula biaya yang dikeluarkan. Tidak pantas rasanya  merindukan gundukan gaji betah di rekening seperti  jaman bujangan dahulu. Baliklah ke diri sendiri, setelah menjalani  kehidupan berumahtangga bertahun-tahun, apa tujuan kita atau seorang kepala keluarga bekerja. Bukankah kita punya tanggungjawab atas keluarga yang kita bina, istri dan anak-anak. Tanggungjawab bukan sekedar lahiriah semata, tetapi sebuah keluarga, tepatnya istri dan anak-anak di rumah, juga membutuhkan kasih sayang dan perhatian seorang suami/bapak. Gaji seorang suami/bapak adalah bentuk tanggungjawab lahir menafkahi keluarga, sedangkan perhatian (meskipun sedikit di sela-sela kesibukan kerja) adalah tanggungjawab memenuhi bafkah batiniah keluarga. Sayangi  keluarga di rumah, karena mereka adalah alasan kita bekerja.

Sekedar penyegaran :

Seorang suami sedang membaca sebuah buku,  dengan wajah yang sedih
Istri        : mas, sedang apa?
Suami    : sedang baca buku, dik
Istri        : apa isi ceritanya, serius amat...
Suami    : iya, endingnya menyedihkan
Istri        : buku apa sih, mas?
Suami     : ini nih, buku tabungan .........................:))

Hari AIDS tanggal 1 Desember


Hari ini  tanggal 1 Desember ternyata adalah hari AIDS. Tadi dapat selebaran yang dibagikan oleh para mahasiswa yang relatip masih muda-muda,  selebaran yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi  dalam rangka hari AIDS tersebut.  Tak lupa disematkan pada ujungnya pita merah putih nan mungil,  dibagikan ke seluruh pengguna jalan yang melalui pertigaan itu.

Isi selebaran antara lain menjelaskan apa itu penyakit  AIDS dan HIV, bagaimana cara penyebarannya,  cara aman menghindarinya, dan himbauan untuk  konseling bila seseorang menginginkan untuk mengetahui status HIVnya.

Yang ingin kugarisbawahi di sini adalah ketidaksetujuanku pada beberapa pernyataan dalam selebaran tersebut.  Antara lain cara-cara berhubungan seksual dengan pasangan yang aman.  Dan satu paragrap lagi yang memuat kalimat seperti ini :

SUAMI HEBAT adalah suami yang melindungi dirinya dari penyakit  (pakai  kondom kalau ‘jajan’) sehingga ia tidak akan menularkan penyakit kepada istri, anaknya dan orang lain.
Hmmm, dalam kalimat ini arahnya jelas ‘suami’ disini adalah positip penderita, tapi  kok masih  dimaklumi  berhubungan dengan bukan istrinya (‘jajan’) dengan menyampaikan cara berhubungan yang aman dengan orang lain. Terlalu....
 

Sejak awal, sebagai  tindakan pencegahan,  sebagai orang yang beragama seharusnya kita sudah mengerti  bahwa satu-satunya orang yang halal adalah pasangan kita. Jelas  bahwa agama telah mengatur agar perilaku umatnya jauh dari perbuatan tidak baik. Berbagai penyebab penyebaran HIV AIDS  yang menurutku benar-benar korban adalah seseorang yang mendapat  transfusi  darah dari pendonor yang terinfeksi dan anak yang dilahirkan oleh ibu penderita HIV AIDS .  Sedangkan penyebab lainnya lebih merupakan akibat perbuatan yang kurang baik manusia itu sendiri  yaitu pergaulan/hubungan seksual  yang bebas dan penggunaan narkoba melalui jarum suntik.  Jadi demi pencegahan lebih lanjut bukan dengan ‘menghalalkan’ hubungan suami istri  dengan siapa saja asal menggunakan pengaman  (kondom), tetapi  lebih menekankan pemahaman gambaran buruknya akibat hubungan bebas tersebut, baik untuk kesehatan diri sendiri apalagi terhadap ajaran agama.

Terhadap penderita HIV AIDS, terutama anak-anak, seharusnya memang  tidak dijauhi  karena mereka perlu dukungan  untuk menjalani hidup lebih baik. Mereka telah menggoreskan pelajaran yang seharusnya dapat kita sarikan dengan baik hikmahnya.

Friday, November 25, 2011

Hari Ini Ulangtahun Putriku

Hari ini tanggal 25 Nopember 2011, dua belas tahun yang lalu lahirlah putri pertama kami. Waktu itu sudah diberitahu oleh iparku bahwa tanggal 25 Nopember bertepatan dengan hari guru, tepatnya hari PGRI. JAdi, di setiap tahun orang-orang merayakan hari guru aku mengenang pertambahan usia anakku.

Anak putri satu-satunya dari tiga bersaudara karena dua adiknya laki-laki semua. Mungkin seperti orangtua lainnya, anak pertama biasanya ajang 'latihan' sebagai orangtua, ya mengurus, merawat fisiknya maupun membimbing perkembangannya dengan berbagai cara yang baru pertama kali diterapkan. Ilmu mendidik anak pertama biasanya akan terpakai lagi untuk anak-anak selanjutnya. Istilahnya pengalaman adalah guru yang terbaik. Dari ketiga anakku memang si sulung yang paling banyak riwayat sakit dan opnamenya. Selama usia balita dia tiga kali diopname di rumah sakit dan kota yang berbeda. Yang pertama panas tinggi yang tidak jelas sebabnya, diduga demam berdarah tetapi negatip sampai panas mereda dan boleh keluar rumah sakit. Yang kedua panas tinggi dan buang air terus sehingga BBnya merosot, kata dokter malaria karena daerah tempat tinggal kami dulu rawan malaria. Yang ketiga panas dan perut kembung, diagnosa dokter tifus dan harus diopname untuk diinfus. Anak kedua pernah sekali dirawat inap di RS, itupun karena tertular kakaknya yang baru sembuh tifus. Sementara anak bungsu, Alhamdulillah, tidak pernah rawat inap, berkat ilmu emaknya yang terus bertambah.

Kadang-kadang putri sulungku ini juga ada bertanya, mengapa dirinya yang paling sering masuk RS. Jujur saja kukatakan karena saat itu pengetahuan dan pengalaman orangtuanya mengurus anak masih minim. Tidak tegaan melihat anak sakit, sedikit-sedikit dibawa ke dokter. Ternyata memperoleh ilmu dari internet membawa berkah, sekarang kami sudah jarang membawa anak ke dokter kalau hanya gejala sakit masih wajar. Bahkan anak bungsuku sejak usia sepuluh bulan, imunisasi wajib terakhir, tidak pernah lagi berobat ke dokter, hingga saat ini usianya tiga tahun. Kalau sakit pastilah pernah, tapi dirawat semampunya dahulu di rumah, dan Alhamdulillah semakin sedikit mengkonsumsi obat terutama antibiotik, kondisi daya tahan tubuh anak-anakku relatip baik dan jarang sakit.

Katanya, anak adalah harta yang berharga. Buktinya bila kita mendapat ujian atas anak-anak kita, orangtua mana yang tidak sedih, meskipun bila sedang sadar ingat bahwa mereka hanya titipan dariNya dan kita pelaksana amanah untuk membinbing mereka. Ujian berat terhadap kami adalah pada saat si sulung ini didiagnosa ada tumor di dalam kepala. Kata-kata 'tumor' dan 'dalam kepala' ini bagai tamparan yang sangat keras bagi kami terutama diriku. Bagaimana kita bisa membayangkan bahwa kata dokter letak tumor adalah di belakang mata dan di bawah otak. Bagaimana aku bisa membayangkan cara mengeluarkan benda asing itu dari dalam kepala anakku. Istilah medisnya aku kurang banyak tahu, hanya satu istilah yang lengket di benak kami, namanya kalau tidak salah mukokel, sejenis tumor jinak. Tidak ada dari kami sebagai orangtua bahwa anak kami akan mendapat 'penyakit' seperti itu. Tanpa gejala dan kesakitan sama sekali, kecuali tambah waktu bola matanya seperti terdorong keluar karena memang didorong oleh mukokel tersebut.

Ujian yang kami rasa begitu berat, ternyata salah satu jalan membuka mata kami, karena selama mengantar putri kami ke RSU Sardjito Surababaya, betapa lebih banyak pasien yang lebih menderita dengan berbagai penyakit mereka. Pada saat mengurus berbagai macam biaya, ada saja yang lebih kesulitan daripada kami. Pada saat di ruang MRI untuk scan, banyak lagi yang hadir dengan penyakit yang lebih berat. Pada saat kami sempat terombang-ambing prosedur RS karena harus melalui berbagai ruang dokter dahulu (dari THT umum, mata, onkologi, scan/MRI, dokter spesialis bedah, hingga mencari ruang rawat inap yang kosong) masih banyak pasien yang berhari-hari dan berpanjang-panjang  antri untuk melewati prosedur tersebut.


Putriku menjelang remaja sekarang. Dia sudah mampu membantu orangtuanya menjaga kedua adiknya dan pekerjaan rumahtangga lainnya. Semoga Allah senantiasa membantu kami untuk mendidik dan membimbingnya. Selamat ulang tahun, anakku yang manis.

Monday, November 21, 2011

Dikunjungi Biawak

Kemarin baru melihat selintas acara Gadis Petualang, acara yang berisi kegiatan seorang Gadis menjelajah ke berbagai daerah di Indonesia dan berinteraksi dengan hewan-hewan liar. Salah satu hewan yang ditemuinya kemarin adalah biawak, dan menurut penuturannya bahwa biawak itu ternyata beracun juga, yah sebagai senjata lah. Kemudian hari ini, sambil membantu anak mengerjakan PR, terucap kata lizard. Sekedar tambahan pembelajaran, kutanya arti lizard, jawab anakku biawak. Kuralat, karena kalau lizard artinya cicak, sedangkan untuk biawak kalau tidak salah bahasa inggrisnya monitor lizard. Aku dan anak-anakku sedang duduk-dudk di lantai dengan buku-buku yang berserakan. Udara tengah hari itu terasa panas sekali, jadi pintu teras belakang kami buka sepertiga maksudnya supaya ada angin segar masuk ke ruangan, meskipun sudah pakai kipas angin.

Tak lama kemudian ayahnya anak-anak datang dari suatu urusan. Sesaat setelah suamiku berganti baju, dan terjadilah peristiwa 'mengejutkan' itu. Ada bunyi ribut-ribut dari teras belakang, kupikir para kucing sedang bertengkar atau ada benda yang jatuh. Rasa ingin tahu itu cuka sekejap, selanjutnya kami sekeluarga seperti berloncatan ke tempat yang lebih tinggi (kursi). Bagaimana tidak, seekor biawak sepanjang kurang lebih semeter 'tergopoh-gopoh' masuk ke dalam rumah. Aku menduga dia sedang berkelahi dengan temannya dan terjepit sehingga menghindar dengan cara melompat ke teras (tinggi teras dari tanah sekitar 50 - 60 cm) dan masuk lewat pintu yang sedikit terbuka. Aku, suamiku, dua anakku spontan kaget dan berusaha menghindar, sampai....Astaghfirullah ada satu anakku 'tertinggal' di lantai. Anak bungsuku yang berusia tiga tahun nampak tenang masih rebah-rebahan di lantai sementara sang biawak melintas di sampingnya. Saat biawak berlalu dari anakku, dan ternyata dia masuk ke salah satu kamar kami, segera kuangkat anak bungsuku dan membawanya naik ke atas meja. Kupikir akan lebih aman di meja karena lebih tinggi dari kursi, 'kan si biawak mampu naik ke teras kami.

biawak sedang jalan-jalan di komplek kami
Setelah 'sadar' dari keterkejutan kami, suamiku segera menyuruh kami semua keluar rumah sementara dia berusaha menghalau biawak keluar. Ternyata usaha mengusir si biawak tidak gampang. Entah karena biawaknya stress dengan lingkungan yang asing dengannya sehingga jadi bingung sendiri. Jendela sudah dibuka (jendela panjang dengan tinggi sekitar 45 cm dari lantai) dengan harapan si biawak akan melompat keluar, tapi tak kunjung terjadi hal tersebut. Malah si biawak sempat muntah sedikit (eee...baunya tidak enak saat kubersihkan setelah kejadian), eh si biawak malah 'nengok' ke kamar sebelahnya lagi. Akhirnya setelah sekitar setengah jam berlalu, biawak dapat dikeluarkan melalui pintu depan. Suamiku berhasil sedikit mengikat badanya dengan tali dan menuntunnya keluar.

Di luar yang aku bayangkan, tidak seperti yang sering kulihat atau saat dia masuk tadi, pada saat keluar dan kami 'antar' ke air lagi, jalan si biawak tampak lemas dan tidak gesit. Dugaan kami kayaknya dia stress, kasihan ya...


Tanah di daerah kami tinggal memang tanah rawa. Rumah-rumah yang dibangun di sini adalah bangunan yang didirikan di atas tanah rawa/berair sehingga beda dengan di daerah lain yang pondasi bangunan langsung di atas tanah, di tempat kami harus memasang pondasi kayu-kayu galam dulu ke dalam air. Nah, di tanah rawa inilah di antaranya ada biawak-biawak tersebut, selain ikan. BTW, dulu kami juga sering memancing cukup di samping rumah dan beberapa kali memperoleh ikan gabus (di sini disebut iwak haruan). Jelas para makhluk air tersebut bermukim terlebih dulu di sana, kemudian manusia, sesuai kebutuhan hidup akan perumahan, mendirikan bangunan-bangunan di atas lingkungan tersebut. Kebetulan perumahan tempat tinggalku relatip baru sehingga masih banyak terdapat ruang tanah rawa terbuka. Beberapa tahun yang lalu, aku bahkan sempat melihat sejenis berang-berang sekelompok keluar dari air, berjalan di jalan komplek yang masih tanah, kemudian nyemplung lagi ke air di seberang jalan. Aku melihatnya di saat dini hari (waktu itu kalau tidak salah bulan puasa), dan sepertinya tidak banyak yang tahu.

Biawak di sekitar rumah kami sudah beberapa kali terlihat, tetapi sampai masuk ke rumah baru kali ini dan semoga tidak lagi karena menyiksa kedua belah pihak, manusia dan biawaknya sama-sama stress....hehe. Beruntung hari ini libur, ada suami yang mengatasi, apa jadinya bila harus aku sendiri yang menghadapi. Demikian yang ditanyakan anak-anakku, apa yang mama lakukan atas kejadian tadi sekiranya ayah mereka sedang tidak ada di rumah. Wah, kujawab saja hal itu tidak bisa berandai-andai, sesuatu yang tidak terduga dan memaksa biasanya dikeluarkan jurus kepepet........hehe.....

Tuesday, November 15, 2011

Gambar Tercecer

Seseorang yang rutin ngeblog setiap hari, menurutku itu hebat. Bukan sekedar rajin di awal buka blog saja tetapi blognya bisa awet bertahun-tahun karena terus diupdate. Ada saja ide mereka ya, katanya sih semakin rajin menulis akan semakin mudah ide mengalir. Diriku baru pemula, bukan saja belum mahir menyaring ide tetapi terutama mencari waktu buat ngetik di kompi saja relatip susah.


Di sela-sela kegiatan beres-beres rumah kemarin, menemui berkas gambar-gambar tercecer. Ini yang menggambar adalah diriku, mencontoh dari berbagai buku tetapi tidak menjiplak lho. Tujuannya saat itu buat pelajaran membaca anakku. Karena sudah bertahun-tahun rupanya nyelip dan nyaris terlupakan. Kupikir daripada nanti terbuang karena sifat kertas mudah kumal dan rusak, ya sudah kuscan saja buat dokumentasi di masa mendatang. Ah, sambil mengagumi hebatnya Dia menciptakan aku sehingga bisa juga menggambar seperti ini....hehe...:)

Blog ibarat lemari file aktivitasku, cermin pembelajaran dari masa lalu.




Saturday, November 12, 2011

11-11-2011

Seharusnya ditulis kemarin, bertepatan dengan tanggal 'fenomenal' 11 Nopember 2011 atau yang lebih keren disingkat 11-11-11. Ada apa di tanggal tersebut ? Karena susunannya cantik jadi banyak yang mengangkatnya sebagai 'hari istimewa' dan sebagai tema pembicaraan sepanjang hari. Bayangkan, yang menikah dan melahirkan 'paksa' ditepat-tepatkan dengan tanggal 11-11-2011. KUA dan penghulu sibuk berat sampai-sampai ada berita nikah massal segala ... :), dokter-dokter kandungan dan tenaga kesehatan repot ngurus kelahiran terutama yang pakai operasi cesar segala demi tepat waktu.

Tanggal 11-11-2011 kemarin juga adalah pembukaan acara SEA GAMES ke-26 di Palembang. Konon kabarnya meriah, wah...nggak nonton berhubung TV dikuasai anak-anak, terus lanjut belajar (tepatnya membantu anak ngerjakan PR) bersama. Hanya turut berdoa semoga Indonesia yang besar secara angka (jumlah penduduk, luas wilayah, keberagaman dan kekayaan) bisa menghasilkan yang terbaik, with fair play. Tanggal 11-11-2011 juga batas akhir vote komodo for seven wonders yang menghebohkan itu (heboh karena diragukan keabsahannya) dan sekarang tinggal menunggu hasil/pengumumannya. Sebenarnya ada tidaknya vote via sms, sudah sewajarnya kita merawat kelestarian alam dan budaya bangsa kita sendiri, bukan untuk dipandang hebat oleh mata dunia, tetapi lebih sebagai warisan berharga untuk anak cucu kelak.

Sehari sebelumnya adalah Hari Pahlawan tanggal 10 Nopember. Dari berbagai social media, banyak rekan-rekan yang mengangkat orangtuanya, terutama ibu, sebagai pahlawannya karena jasa seorang ibu yang telah membentuk pribadi anak-anaknya sehingga mereka menjadi seperti sekarang.

Nah, bagiku, tanggal 11-11-2011 kebetulan bertepatan dengan ulangtahun anak bungsuku. Tiga tahun yang lalu Allah menitipkannya pada kami untuk dididik dan ddibimbing sebagai insan di bumi. Beberapa tahun ke depan, adakah terlintas dalam pikirannya bahwa aku layak sebagai pahlawan yang berhasil memberi didikan terbaik padanya ? Itulah, amanah yang harus kujalani setahap demi setahap, dan tak pantas meletakkan pamrih atas semuanya. Pamrih untuk segala ibadah kita hanya untuk Dia, Sang Maha Segala.

Sejak awal, ketika hendak menikah, keinginanku adalah segeramemiliki anak. Tapi takut mengecewakan, suamiku saat itu mengatakan bagaimana seandainya kita tidak bisa memiliki anak ? Kita angkat saja seorang anak (adopsi), begitu jawabku. Alhamdulillah, hanya sebulan setelah menikah, aku positip hamil dan lahirlah anak pertama. Kemudian, aku punya 'kesukaan' dengan hitungan ganjil tiga, yah seperti hitungan (sunnah) wudhu adalah 3 kali setiap gerakan membasuh anggota tubuh, kuberharap juga punya anak tiga orang. Anak kedua, waktu itu tidak berjarak jauh dengan kakaknya, kurang lebih 2,5 tahun. Setelah anak kedua menjelang usia 2 tahun, aku ingin sekali punya anak ketiga. Entahlah, seperti mengejar   target tertentu mengganjilkan jumlah anak, kadang-kadang aku sendiri tidak mengerti. Tapi apa daya belum jua memberikan hasil, hingga sampai batas pasrah dan 'kembali' mengulang ucapan dalam hati, bagaimana bila mengadopsi anak saja.

Seringkali terjadi, kemudahan itu terjadi pada saat di puncak masalah dalam hal ini keinginanku untuk punya anak ketiga. Seringkali, di puncak kesulitan dan kita sandarkan kepasrahan, baru terbitlah kemudahan. Begitu pula diriku, di puncak kepasrahan, akhirnya aku hamil juga dan jarak dengan anak kedua adalah 6 tahun. Masing-masing kehamilan mempunyai ceirta tersendiri. Di kehamilan ketiga, usia kandungan baru 2 - 3 bulan, suamiku dimutasi ke kota lain. Karena anak-anak sekolah dan terutama yang kedua baru mendafatr/masuk SD, kami tidak menyertai pindah ke kota tersebut. Jadilah kehamilan terakhir ini jauh dari suami, meski beliau pulang rata-rata dua minggu sekali. Satu keinginanku, semoga ayahnya ada di sampingku ketika melahirkan nanti, karena dua anak kami sebelumnya kulharikan tanpa didampingi suami karena saat itu aku melahirkan di kota yang berbeda dan memang tidak sempat ayahnya datang......:(

Selama hamil, tugas antar jemput anak-anak tetap kulakukan dengan sepeda motor. Tantangan beratnya adalah di saat hamil bulan-bulan terakhir, jembatan dekat komplek kami diperbaiki (dibuat jembatan baru yang permanen). Sementara jembatan darurat adalah jembatan kecil terbuat dari kayu galam dan bilah-bilah papan yang hanya bisa dilalui sepeda motor (mobil no way lah) dan terpaksa sering melalui jembatan darurat itu karena merupakan jalan keluar terdekat. BTW, dari komplekku untuk keluar ke jalan raya utama harus melalui tiga jembatan, dan kami sudah merasakan jalan-jalan darurat pada saat ketiga jembatan tersebut diperbaiki. Tantangan semakin berat, karena setiap pagi banyak sepeda motor yang perlu menyeberang lewat jembatan kayu darurat tersebut (lebarnya sekitar 1,5 meter). Belum lagi  kondisi jembatan bila diguyur hujan, 'merah' karena terlumuri tanah galian di sekitarnya, licin dan mengkhawatirkan. Oleh sebagian warga jembatan itu dinamai jembatan sabar, karena  harus sabar mengantri bergantian naik dari arah yang berlawanan. Proyek itu berjalan berbulan-bulan, sekitar 3 - 4 bulan, bahkan belum selesai ketika aku melahirkan.

Untuk persiapan menjelang melahirkan, kami mencari tukang ojek antar jemput sekolah anak-anakku. Maksudku, jasa tersebut baru digunakan sekitar seminggu atau 2 minggu sebelum hari H-nya. Hingga suatu hari, Senin tanggal 10 Nopember 2008, sepulang mengantar anak-anak ke sekolah, ada rembesan air dari bagian bawah tubuhku, dan tidak bisa kutahan seperti halnya menahan air seni. Sorenya ditemani kerabat, aku periksa di dokter kandungan dan selama menunggu giliran aku tidak bisa duduk karena air terus merembes. Setelah diperiksa dokter, benar bahwa ketuban sudah pecah jadi harus dirawat inap malam itu juga. Waduh, sungguh aku tidak ingin melahirkan hari itu juga dengan banyak alasan. Usia kandungan baru 34 minggu (kurang 6 minggu dari normalnya 40 minggu), bapaknya anak-anak baru sehari sebelumnya kembali ke kota tempat  bekerja terpaksa kutelepon lagi dengan kondisi darurat begini, aku belum secuil pun mempersiapkan barang-barang persalinan yang perlu dibawa ke RS (ah, terlalu...), terpaksa menyegerakan menggunakan jasa tukang ojek untuk antar jemput anak, dan yang paling kukhawatirkan sekiranya yang ketiga ini juga  tidak didampingi bapaknya......

Jarak kotaku dengan kota suami bekerja, ditempuh jalan darat selama 4 - 5 jam. Doaku semoga anak ini jangan keluar dulu sebelum ayahnya datang. Alhamdulillah, besok paginya, Selasa 11 Nopember 2008, ayahnya datang, dan siang harinya (di tengah guyuran hujan di luar gedung RS), si kecil lahir di dampingi ayahnya. Pengalaman melahirkan yang paling 'menyakitkan'  secara fisik, bagaimana tidak karena air ketuban sudah kering maka jalan keluar agak seret dan sakit, 'hebat'nya lagi hampir tanpa darah karena semalam aku sudah banyak mengelurkan darah ketika ketuban pecah. Si kecil telah lahir disertai tangisnya yang kencang.... Kulitnya putih, dan matanya seperti melirik ke kanan ke kiri mengenali dunia baru ...lucunya. Sudah ditakdirkan Allah dia harus lahir ke dunia tanggal tersebut, meskipun ibunya menghendaki dan perkiraan dokter mengatakan lahirnya sekitar bulan Desember, maksudnya biar dekat-dekat hari raya haji waktu itu.



Inilah si bungsu, yang di ulangtahunnya ketiga, 11-11-(20)11 banyak orang yang ingin membuat sejarah di tanggal yang unik. Semoga Allah memberi kelapangan dan kesabaran yang luas dalam menjalankan amanah mendidikmu, nak.

Monday, November 7, 2011

Kesabaran di Idul Adha

Idul Adha tahun ini penuh kesan, meskipun belum bisa berkurban dan ikut larut sebagai jamaah haji di tanah suci, tetapi kami menjalani serangkaian kejadian yang luar biasa. Berharap diberi kelapangan dada dan kesabaran, keikhlasan sehingga mendapat ganti yang lebih baik.

Diawali beberapa hari sebelum Idul Adha, anakku kehilangan hp. Seingat dia tertinggal di sekolah tepatnya di laci meja. Masalahnya dia baru ingat 'hilang' pada saat maghrib. Sudah ditelepon ke nomor tersebut, nyambung sih, tapi tidak ada yang menjawab. Ya sudah, pasarah dan ikhlas saja akhirnya. Dipesanin ke dia, besok setelah sampai ke kelas, segera dicari di laci, kalau ketemu sms ke mama. Iya, sahutnya mengerti. Pada paginya, karena tidak ada sms masuk kutelepon lagi nomor anakku, tetap terdengar nada sambung tapi tidak ada yang mengangkat. Sampai akhirnya sekitar pukul setengah sepuluh pagi, baru teleponku disahutnya, oleh anakku, Alhamdulillah. Jadi, menurutnya dia tidak menemukan hp-nya di dalam kelas, kemudian ada Bapak Satpam sekolah yang mengantar hp itu ke kelas (untungnya di wall paper ada nama dan kelas anakku). Tidak jelas, dimana hp itu ditemukan karena anakku tidak bertanya lebih lanjut.

Sabtu subuh,  sehari sebelum Idul Adha, bapaknya anak-anak datang dari luar kota, agak kesiangan memang karena biasanya nyampe sekitar 2 - 3 jam sebelumnya. Dengan baju basah kuyup, karena memang sedang hujan. Ternyata oh ternyata, mobil suamiku diseruduk truk dari belakang, katanya sih rem truk itu blong. Akibatnya, body belakang penyok-penyok dan kaca jendela belakang mobil hancur tak bersisa. Beruntung tidak ada penumpang di bagian belakang. Bersykurnya, suamiku tidak apa-apa hanya agak kaget, sempat blank sebentar katanya karena terkejut, dan sakit kepala karena kena hujan. Untungnya orang yang mengendarai truk mau bertanggungjawab. Yang tidak bisa dilakukan kemudian adalah, hari raya  kurban tahun ini kami tidak bisa kemana-mana, karena mobilnya harus opname di bengkel selama seminggu.

Tengah malam di hari yang sama, dapat sms dari adik yang mengabarkan bahwa orangtua (bapakku) masuk rumah sakit, harus opname karena dideteksi ada air dalam paru-paru. Sebelumnya beliau ke UGD tengah malam itu dengan keluhan dada sesak. Subuh itu, setelah aku dan anak-anak sahur  untuk puasa Arafah, dan setelah datangnya suami, kutelepon ke  bapakku di rumah sakit (kota kami berbeda). Pada saat kutelepon, Bapak sedang sendiri di ruang inap RS. Adik lelakiku yang menjaga semalam, pulang sebentar ke rumah, sementara Ibu ada di rumah karena menemani seorang cucu, keponakanku, yang sakit panas dan akan dibawa ke dokter pagi itu. Ya Allah, berikan mereka kesabaran menjalan ujianMu.

Pagi menjelang siang, suamiku ke bengkel tempat janji bertemu dengan si penabrak. Dengan kondisi yang kurang fit, kata suamiku dia ngikut saja ketika mobil  di depan mobil suamiku melaju/jalan. Tidak tahunya, tersadar, suamiku melanggar lampu lintaslintas merah. Prriiittt...., kena deh tilang Bapak Polisi  STNK ditahan dan harus menyelesaikan sidang beberapa hari kemudian

Sudah beberapa hari anak sulungku mengeluh sakit gigi, giginya sakit karena ada yang tumbuh tetapi yang lama belum copot juga meskipun sudah diusahakan mencabut sendiri dengan cara ditarik-tarik. Kubilang menunggu bapaknya saja baru ke dokter gigi. Nah, Sabtu siang itu sudah dibicarakan ke suamiku keluhan gigi anakku jadi rencananya mau ke dokter gigi, tapi sebelumnya cari informasi ke RS atau dokter praktek dan mau daftar via telepon dahulu. Yang ditelepon pertama adalah RS terdekat yang ada praktek dokter sore harinya. Karena kami cukup lama tidak ke dokter, jadi lupa jadwal atau jam praktek para dokternya, ternyata sang dokter gigi di RS tersebut hanya praktek Senin sampai Jumat, artinya Sabtu ini libur. Bergerak lebih jauh sedikit, ada klinik tempat para dokter praktek, kutelepon lagi ke sana. Jawabannya, seteleh lama nada sambungnya akhirnya ada yang menjawab, hari Sabtu ini bahkan sampai Senin praktek dokter libur karena hari raya kurban ....:(    Terus bergerak lebih jauh, ke RS B yang juga terkenal banyak dokter prakteknya. Ternyata...oh...ternyata, daftar dokter hari Sabtu ini sudah full alias tidak bisa mendaftar lagi kecuali untuk hari selanjutnya. Yaaahhhh...susahnya nyari dokter gigi hari Sabtu ini. Sabar ya anakku...

Ujian atas diriku dan keluargaku, memang tidak sebanding dengan ujian para Nabi dan Rasul pilihan. Nabi Ibrahim diuji bertahun-tahun baru punya keturunan, kemudian diuji meninggalkan anak istrinya (Hajar dan Ismail) di tengah padang pasir. Lagi, diuji diperintahkan menyembelih anak kesayanganya (Ismail). Bapak dan anak sungguh luar biasa ketakwaan mereka kepada Sang Maha Pencipta. Pantas saja pernah disampaikan, bahwa jika ingin mempunyai anak saleh seperti Ismail maka bapaknya harus seperti Ibrahim dan ibunya harus mencontoh Hajar. Kesabaran dan keihklaskan berkurban untuk meningkatkan takwa.

Sambil menonton ustadz Quraish Shihab di metro tv, beliau katakan, berkurban itu untuk membaikan akhlak, menurunkan ego/selfish kita, tujuannya bukan sekedar untuk kebaikan orang lain tetapi kembali ke diri kita sendiri. Pengorbanan yang ikhlas, memuaskan hati. Dikisahkan seorang yang berada terbiasa dan mudah memberi orang lain yang berkepentingan dengannya, hingga berjuta-juta uang cash. Hingga suatu hari, dia melihat seorang pedagang atau apalah (maaf aku lupa ceritanya) berjalan di pinggir jalan dengan memanggul banyak barang dipunggungnya. Sang orang kaya tersebut tergerak hatinya, turun dari mobil dan secara tulus memberi seratus ribu rupiah kepada bapak/pedagang tersebut. Hanya seratus ribu, jauh dari kebiasaannya memberi berjuta-juta, tetapi perasaan puas yang ditimbulkannya jauh melebihi pemberian yang berjuta-juta. Itulah pemberian yang ikhlas, menyenangkan/memuaskan hati.